Translate

Monday, July 2, 2012

Monogami dan Poligami dalam Perspektif Fiqh Kontemporer

Monogami dan Poligami


A.    Pengertian Monogami dan Poligami

Istilah monogamy berasal dari bahasa Yunani, yakni monos berarti “satu” atau “sendiri”, dan gamos yang berarti “pernikahan”. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996:257), pengertian monogami yaitu perkawinan seseorang dengan seseorang (yakni seorang laki-laki dengan seorang perempuan). Di dalam islam, Allah SWT menganjurkan untuk beristri satu saja untuk menghindarkan seseorang berbuat sewenang-wenang dan membuat orang lain sengsara atau menderita apabila seseorang beristri lebih dari satu. Walaupun seorang laki-laki diperbolehkan mengawini  wanita lebih dari seorang, tetapi kalau tidak dapat memenuhi syarat-syarat yang ditentukan sebaiknya hanya beristri satu orang saja.
Sedangkan istilah poligami berasal dari kata poly yang berarti “banyak” dan gamos yang berarti “kawin atau perkawinan”. Jadi poligami adalah perkawinan antara seorang laki-laki dengan lebih dari seorang wanita dalam waktu yang sama. Mengawini wanita lebih dari satu orang ini menurut Hukum  Islam diperbolehkan dengan dibatasi paling banyak empat orang dengan syarat harus berlaku adil kepada mereka. Yakni harus adil dalam melayani istri, seperti urusan nafkah, tempat tinggal, pakaian, dan segala hal yang bersifat lahiriah. Jika tidak bisa berlaku adil maka cukup satu istri saja (monogami). Hal ini berdasarkan firman Allah SWT :
وَإِن خِفتُم أَلّا تُقسِطوا فِى اليَتٰمىٰ فَانكِحوا ما طابَ لَكُم مِنَ النِّساءِ مَثنىٰ وَثُلٰثَ وَرُبٰعَ ۖ فَإِن خِفتُم أَلّا تَعدِلوا فَوٰحِدَةً
Artinya : “ maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka ( nikahilah ) seorang saja.” ( An nisa : 3 )


B.    Monogami dan Poligami dalam Perundang-undangan.

Pada dasarnya Undang-Undang perkawinan menganut asas monogami di dalam perkawinan. Hal ini tegas disebut dalam pasal 3 ayat 1 yang berbunyi : Pada asasnya seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri dan seorang istri hanya boleh mempunyai seorang suami.
Akan tetapi asas monogami dalam Undang-Undang perkawinan ini tidak bersifat mutlak, tetapi hanya bersifat pengarahan kepada pembentukan perkawinan monogami dengan jalan mempersulit dan mempersempit penggunaan poligami dan bukan menghapuskan sama sekali sistem poligami.
Seorang pria boleh melakukan poligami asal memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu yang telah ditentukan dalam Undang-undang perkawinan. Yakni :
  1. Adanya persetujuan dari istri atau istri-istri terdahulu. Persetujuan ini bisa tertulis dan bisa dinyatakan secara lisan didepan sidang pengadilan.
  2. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka.
  3. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak mereka.
Walaupun demikian pengadilan hanya dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Pengadilan dalam memberikan putusan selain memeriksa apakah syarat-syarat yang berlaku telah dipenuhi. Dan harus diingat pula apakah ketentuan-ketentuan hukum perkawinan dari calon suami mengizinkan adanya poligami.

C.    Monogami dan Poligami dalam pandangan/ tinjauan hukum islam.

Menurut Syamahsari dalam kitab tafsir Al-Kasyaf (dalam Masail Al Fiqhiyah), mengatakan bahwa poligami menurut syariat islam adalah merupakan suatu tukhshah (kelonggaran ketika darurat).
Kebolehan berpoligami dijelaskan dalam QS. An Nisaa ayat 3, yang berdasarkan ayat tersebut, memang dalam islam poligami diperbolehkan, namun mempunyai batas, yakni empat orang istri. Seperti yang tertulis dalam hadist Nabi Muhammad SAW :
Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW telah bersabda kepada Ghailan bin Umayah al-Tsaqafi yang telah memeluk agama islam dan memiliki sepuluh orang istri : “Pilihlah empat dari mereka dan ceraikanlah yang lainnya (H.R Imam Malik dalam kitab al-Muwatha’).

Adapun tindakan poligami diperbolehkan jika :
1.    Istri tidak dapat dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri. Alasan ini memang bisa dibenarkan karena jika istri tidak dapat menjalankan kewajibannya dengan baik, ini berarti hak-hak suami suami dalam rumah tangga tidak terpenuhi. Hal ini akan menghalangi tercapainya tujuan perkawinan tersebut.
2.    Istri cacat atau menderita penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Melaksanakan poligami dalam keadaan seperti ini dipandang lebih berperikemanusiaan dari pada melakukan monogami dengan tindakan menceraikan istri yang sedang dalam penderitaan dan membutuhkan pertolongan (perlindungan) dari seorang suami.
3.    Apabila istri tidak dapat memberi keturunan. Alasan ini adalah alasan yang wajar, sebab memperoleh keturunan adalah merupakan salah satu tujuan dari perkawinan itu sendiri. Namun hakim harus mendapat keterangan yang jelas dari seorang ahli, apakah kemandulan itu berasal dari pihak istri. Apabila ternyata kemandulan tersebut berasal dari pihak istri, maka alasan ini dapat diterima.

Namun pada dasarnya, islam memandang poligami lebih banyak membawa resiko dari pada manfaatnya, karena manusia itu menurut fitrahnya mempunyai watak cemburu, iri hati, dan suka mengeluh. Watak-watak tersebut akan mudah timbul dengan kadar tinggi, jika hidup dalam  keluarga yang poligamis. Dengan demikan, poligamis itu bisa menjadi sumber konflik dalam kehidupan keluarga. Karena itu hukum asal dalam perkawinan menurut islam adalah monogami, sebab dengan monogami akan mudah menetralisir sifat cemburu, iri hati, dan suka mengeluh dalam kehidupan keluarga yang monogamis. Oleh karena itulah, poligami hanya diperbolehkan dalam keadaan darurat.


D.    Proses Perceraian di Pengadilan Agama.

Perlu diketahui bahwa untuk yang beragama Islam (nikah secara muslim) jika ingin bercerai maka gugatan cerainya diajukan di PengadilanAgama dan apabila yang mengajukan adalah suami maka permohonan cerainya diajakan di Pengadilan Agama tempat si istri bertempat tinggal (KTP), apabila istri sebagai pemohon maka diajukan di Pengadilan Agama dimana istri bertempat tinggal. Sementara bagi yang non-muslim jika ingin bercerai diajukannya di Pengadilan Negeri dan dasar mengajukan sesuai dengan Pasal 118 HIR.
Adapun urut-urutan sidang perceraian di Pengadilan Agama yaitu sebagai berikut:

1.    Sidang kelengkapan berkas-berkas (permohonan didaftarkan dan biasanya para pihak dipanggil untuk sidang pertama selama 3 minggu, dalam sidang pertama maka Majelis Hakim akan menawarkan perdamaian kepada para pihak), pembacaan gugatan dan usaha perdamaian.

2.    Diikuti dengan acara mediasi.
Mediasi ini dilakukan sebelum diadakan sidang perceraian. Dimana mediasi ini ditunjuk satu orang mediator dari salah satu hakim di Pengadilan Agama tersebut. Umumnya mediasi dilakukan sebanyak 2 kali, dan dilaksanakan di ruangan khusus. apabila dalam mediasi tidak tercapai perdamaian/rujuk maka mediator akan membuat berita acara hasil mediasi, maka barulah proses perkara perceraian dapat dilaksanakan

3.    Sidang jawaban.
Apabila tidak tercapai hasil mediasi, maka sidang berikutnya Termohon akan mengajukan jawaban atas permohonan cerai dari Pemohon.

4.    Sidang replik.
Terhadap jawaban dari Termohon, maka Pemohon membuat tanggapan atas jawaban Termohon Tersebut.

5.    Sidang duplik.
Yakni tanggapan Pemohon atas Replik dari Termohon. Sidang pembuktian dari penggugat.

6.    Mengajukan bukti-bukti baik Pemohon maupun Termohon.
Bukti yang diajukan oleh para pihak adalah  bukti surat maupun saksi (minimal 2 orang saksi) untuk menguatkan dalil dan Pembuktian dari Termohon yaitu mengajukan bukti-bukti, baik bukti surat maupun saksi untuk menyangkal dalil dari Pemohon oleh Termohon.

7.    Sidang kesimpulan.
Kesimpulan yang diajukan oleh Pemohon dan Termohon di dalam persidangan. Kesimpulan tersebut dapat dilakukan secara tertulis maupun lisan dan kesimpulan tersebut bukan sesuatu keharusan bagi para pihak tapi alangkah lebih baiknya diajukan untuk menguatkan dalil maupun bantahan dari para pihak tersebut.

8.    Sidang Putusan.
Tahap terakhir setelah proses pemeriksaan perkara selesai yaitu putusan hakim.

No comments: