Translate

Saturday, June 30, 2012

Mimpi Untuk Mencicipi Pendidikan Ke Luar Negeri

Mimpi Untuk Mencicipi Pendidikan Ke Luar Negeri

Part I


Siapapun, khusus nya semua pelajar yang ada di Indonesia, pasti mempunyai keinginan untuk merasakan pendidikan diluar negeri. Pendidikan disini maksudnya bukan hanya dibidang akademik saja. Namun juga pendidikan yang bersifat membentuk karakter kita, menambah pengalaman, dan lain sebagainya.

Begitupun aku. seorang anak perempuan yang berasal dari keluarga yang sederhana, yang mengaharapkan suatu hari nanti akan mendapatkan beasiswa untuk belajar diluar negeri.

kau tahu??
Rasa itu nyaris saja terjawab ketika tiba-tiba Allah memberikan jawaban-Nya tentang hasrat yang udah lama ku pendam.  Melalui program PPAN (Pertukaran Pelajar Antar Negara). Aku mengikuti seleksi yang diadakn oleh PCMI (Purna Caraka Muda Indonesia) Sumatra Barat, yakni para alumni yang pernah mengikuti program PPAN sebelumnya.

Saat itu, aku memilih ICYEP (Indonesia Canada Youth Exchange Program) atau mungkin yang lebih dikenal dengan nama PPIK (Pertukaran Pelajar Indonesia Kanada). Seleksi pertama berupa tes tulis, yani membuat essay tentang topik yang diberikan oleh PCMI. PCMI memberikan 5 topik sebagai pilihan dan aku memilih topik "Improving Quality of Education in West Sumatra".

Alhamdulillah, aku lulus ditahap pertama. Tak terkira rasa bahagia yang aku rasakan saat itu. Aku merasa aku telah maju selangkah untuk menggapai mimpiku. Kemudian aku dan 29 orang lainnya yang lulus seleksi tahap pertama dikarantina selama 2 hari di kawasan Khatib Sulaiman,Padang. Aku semakin antusias, hasratku kembali mengebu-gebu. Dalam hati aku bertanya-tanya apakah ini jalan yang diberikan Allah padaku??

Tes tahap 2, yakni melakukan beberapa interview. Interview yang harus kami lakukan sebanyak 7 buah. Mulai dari :
1. Interview program,tergantung dari program yang kita pilih,(ICYEP, IMYEP, SSEAYP, AIYEP)
2. Interview tentang pengetahuan seni budaya,
3. Interview untuk tes kepribadian,
4. Interview untuk tes kepemimpinan dan wawasan nasional,
5. Interview tentang Potensi daerah
6. Interview tentang pengetahuan adat isti adat daerah, dan
7. Interview tentang pengetahuan alat musik tradisional.

Saat itu aku berjuang sekuat tenaga menjadi yang terbaik, walaupun  akhirnya, aku bukanlah orang yang terpilih untuk mengikuti program. Tapi aku cukup bahagia, karena aku terpilih menjadi 3 besar, yakni menjadi cadangan kedua.

Walaupun begitu, banyak pengalaman yang aku dapatkan selama dikarantina. walaupun kami harus tidur jam 1 pagi, dan bangun jam 4 nya. Banyak pengalaman yang tak pernah kudapatkan sebelumnya. Mungkin aku masih banyak kekurangan, dan aku sadar aku harus meng-improve nya dan mencoba lagi tahun depan. Aku percaya, Allah SWT akan memberiku yang terbaik. yakni "jalan" yang masih dirahasikan-Nya. Aku percaya, suatu hari nanti Allah akan memberiku jalan itu di kondisi yang tepat, jalan yangtepat, dan waktu yang tepat. Aku percaya, mimpi yang tertunda ini suatu hari nanti akan menjadi kenyataan dengan jalan yang tak terduga-duga. . .






Thursday, June 28, 2012

Example of Farewell Speech

Farewall Speech.


Asalamualaikum Wr.Wb.
First of all, let me say thanks for giving me a chance to deliver my speech in this time in the front of you all now.
Ladies and gentleman, for the last one year, I have been a secretary in Language Boarding Division, or we usually called it UKM-BKM at STAIN Batusangkar. It is very hard job, but really challenges. I am still remeber when I was wrote my first latter, and I learned about how to make a good letter by using number for each letter. From the begining of my administration untill the end with the leader of UKM-BKM itself, I learned and got manything that I can not say it one by one.
For almost last one year, we work together with every divison in UKM-BKM. We work hard to make UKM-BKM progress than before. This year, we have held Debating Championship for all of Senior High School students in West Sumatra, beside we also held language party where was follow for all of the majority in STAIN Batusangkar in second semester students.
And in the half of this year, exactly on May, we have done study comparison with University of Sultan Syarif Kasim (UIN SUSKA) in Riau province, by has a willing to make UKM-BKM better than before.
Many events that UKM-BKM was held, and make UKM-BKM itself to be one of the popular organisation in STAIN Batusangkar. But the important point is UKM-BKM can not to be right now without your big effort. And I really hope, the member who will be the leader later be able to make UKM-BKM better and better than now.
So, Finally I want to say, dont give up to make UKM-BKM better and better than before, and Be the good organisation who will give something to the members. Thank you for attention. Asalamualaikum Wr.Wb

Bahasa Sebagai Media Pendidikan dalam Perspektif Tafsir Tarbawi

BAB II
PEMBAHASAN
“Bahasa Sebagai Media Pendidikan”



A.    Al-Qur’an Surat Ibrahim ayat 4
1.    Ayat.
                       
Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya , supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan [780] siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. dan Dia-lah Tuhan yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.(Q.S.Ibrahim:4)
   
2.    Kosa Kata.
     = Mengutus         = Bahasa     = Bijaksana

3.    Kaitan dengan ayat sebelum dan sesudah.
Pada ayat sebelumnya dijelaskan bahwa kaum terdahulu lebih menyukai kehidupan duniawi dan mereka suka menghalang-halangi dari jalan Allah dan menginginkan jalan Allah yang lurus itu menjadi bengkok dengan jalan melakukan tipu daya dan kebohongan untuk memperburuk citranya. Mereka berada dalam kekufuran dan berada dalam kesesatan yang jauh sehingga sangat sulit untuk  kembali ke jalan yang benar. Dan demikian sulit pula nantinyauntuk memperoleh keselamatan.
Padahal Allah telah mengutus para Rasul kepada suatu kaum dengan menggunakan bahasa kaum tersebut. Hal tersebut dengan tujuan agar kaum tersebut dapat dengan mudah memahamkan perintah dan larangan-Nya kepada mereka.

4.    Penafsiran Menurut Ulama.
    Ayat ini menjelaskan tentang kasih sayang Allah kepada makhluk –Nya, bahwa Allah mengutus para Rasul dari kalangan mereka dan dengan bahasa mereka supaya mereka memahami apa yang dikehendaki dari mereka dan apa yang disampaikan kepada mereka,  seperti yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abu Dzar, Rasulullah bersabda:
“Allah tidak mengutus seorang nabi pun melainkan dengan bahasa kaumnya”.
   
    Firman Allah:      “Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberikan petunjuk pada siapa yang Dia kehendaki,” maksudnya, setelah memberikan keterangan dan bukti-buktinya kepada mereka, Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dari petunjuk itu dan menunjuki siapa yang Allah kehendaki kepada kebenaran.     “Dan Dia-lah Robb yang maha kuasa,” Apa yang Dia kehendaki pasti terjadi dan apa yang tidak Dia kehendaki pasti tidak akan terjadi,   “lagi maha bijaksana,” dalam perbuatan-Nya, maka Dia menyesatkan siapa yang memang berhak dengan kesesatan dan menunjuki siapa yang memang layak akan hal itu. Memang hal ini merupakan sunah atau ketentuan Allah yang berkenaan dengan makluk-Nya bahwa Allah tidak mengutus seorang nabi kepada suatu umat melainkan dengan bahasa mereka dan setiap nabi itu di utus untuk menyampaikan risalah kepada umat mereka masing-masing, tidak kepada umat lain, kecuali nabi Muhammad SAW yang khusus diperintahkan supaya menyampaiakan risalah kepada semua manusia.
        (kami tidak mengutus seorang pun melainkan dengan bahasa) memakai bahasa -   (kaumnya supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka, supaya mereka dapat memahami apa yang disampaikannya. -      ¬  (maka Allah menyesatkan siapa yang dia kehendaki dan memberi petunjuk kepada siapa yang dia kehendaki. Dan dialah Tuhan Yang Maha Kuasa) di dalam kerajaan-Nya, -   ( lagi maha bijaksaana) di dalam tindakan-Nya.
    Kesesatan mereka sama sekali bukan karena tidak jelasnya tuntunan atau kurangnya informasi yang mereka terima. Disamping tuntunan itu tidaklah kami mengutus seorang Rasulpun sejak yang pertama hingga yang terakhir. Keuali dengan bahasa lisan dan pikiran sehat kaumnya. Supaya dia yakni Rasul itu dapat menjelaskan dengan gamblang melalui bahasa lisan dan keteladanannya kepada mereka tuntunan-tuntunan Kami itu. Maka ada diantara kaum yang mendengar penjelasan Rasul itu yang membuka mata hati dan pikirannya sehingga diberi kemampuan oleh Allah melaksanakan petunjuk-Nya.
    Meskipun  Nabi Muhamma saw. Diutus kepada seluruh manusia yang berlainan bahasa. Namun pengutusan beliau dengan bahasa kaumnya lebih utama dibanding dengan pengutusan beliau dengan bahasa lain. Kaumnyalah yang akan menjelaskan ajaran beliau kepada kaum lain dengan bahasa mereka sendiri. Sehingga ajaran-ajaran tersebut sama-sama mereka pahami. Sekiranya ajaran tersebut diturunkan dengan banyak bahasa sesuai dengan banyaknya kaum, dan beliau menerangkan kepada setiap kaum dengan bahasa masing-masing, maka yang demikian itu akan menjadi pangkal perselisihan dan membuka pintu pertikaian. Ini disebabkan setiap umat akan mengakui makna-makna ajaran dalam bahasa mereka yang tidak diketahui oleh umat yang lain. Kemudian yang demikian itu akan menimbulkan penyimpangan dan penyelewengan, akibat berbagai pengakuan batil yang dilakukan oleh orang-orang yang fanatik terhadap bahasa mereka sendiri.

B.    Al-Quran Surat Maryam ayat 97
1.    Ayat.
            
Artinya : “Maka Sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Quran itu dengan bahasamu, agar kamu dapat memberi kabar gembira dengan Al Quran itu kepada orang-orang yang bertakwa, dan agar kamu memberi peringatan dengannya kepada kaum yang membangkang”. (Q.S.Maryam :97)

2.    Kosa kata.
 = Dengan Bahasamu
3.    Kaitannya dengan Ayat Sebelumnya.
Setelah menguraikan ihwal orang-orang kafir didunia dan diakhirat serta mengingkari mereka dengan pengingkaran yang amat sangat, selanjutnya Allah menutup surat dengan menguraikan ihwal orang-orang yang beriman, dengan menjelaskan bahwa Dia akan menanam kecintaan didalam kalbu hamba-hamba-Nya. Setelah menyajikan didalam surat berbagai tauhid, kenabian dan pengumpulan, serta pengingkaran terhadap kelompok orang-orang yang batil, selanjutnya Allah menjelaskan bahwa Dia memudahkan penyajian dan penjelasan itu melalui bahasa nabi Muhammad saw. Agar beliau memberikan kabar gembira kepada orang-orang yang bertakwa, dan peringatan kepada kaum musyrikin yang membantah dan menentang.

4.    Penafsiran Menurut Ulama.
Menurut Tafsir Jalalain  ( Maka sesungguhnya telah kami mudahkan dia) al-qur’an itu - (dengan bahasamu) bahasa Arab -   ( agar kamu dapat memberi kabar gembira dengan al-qur’an itu kepada orang –orang yang bertaqwa) yaitu orang-orang yang beruntung memperoleh iman –  (dan agar kamu memberi peringatan) menakut-nakuti.-     ( dengannya kepada kaum yang membangkang) lafaz luddan adalah bentuk jamak dari lafaz aladdun, artinya banyak membantah dengan kebatilan, mereka adalah orang-orang kafir Mekah.
Allah SWT mengabarkan bahwa Dia menanamkan kepada hamba-hamba-Nya kaum Mukminin yang beramal shaleh, yaitu amal-amal yang diridhai Allah SWT dengan mengikuti syariat nabi Muhammad SAW. Dia akan menanamkan bagi mereka didalam hati hamba-hamba-Nya yang shaleh, perasaan cinta dan kasih sayang.   Maka telah Kami mudahkan yaitu Al-Quran  dengan bahasamu. Hai Muhammad, yaitu bahasa Arab yang jelas, fasih dan sempurna.  Agar kamu dapat memberi kabar gembira dengan itu kepada orang-orang yang bertakwa, yaitu orang-orang yang menyambut seruan Allah dan membenarkan para Rasul-Nya.   dan memberi peringatan kepada kaum yang membangkang yaitu kaum yang berpaling dari kebenaran dan cendrung kearah kebatilan.

Sedangkan menurut tafsir Al-Mishbah yakni dipilihnya bahasa Arab untuk menjelaskan petunjuk Allah SWT. Dalam alkitab ini disebabkan karena masyarakt pertama yang ditemui Al-Quran ialah masyarakat yang berbahasa arab. Tidak ada satu ide yang bersifat universal sekalipun kecuali menggunakan bahasa masyarakat pertama yang ditemuinya. Demikian juga dengan Al-Quran. Selanjutnya, dan ini tidak kurang pentingnya dari sebab pertama, kalau enggan berkata justru lebih penting adalah, pemilihan bahasa tersebut disebabkan oleh keunikan dan keistimewaan bahasa arab dibanding dengan bahasa-bahasa yang lain.


C.    Al-Quran Surat Az-zukhruf ayat 3
1.    Ayat.
        
Sesungguhnya Kami menjadikan Al Quran dalam bahasa Arab supaya kamu memahami(nya). (Q.S. Az-Zukhruf :3)

2.    Kosakata
 = Bacaan yang berbahasa Arab.
 = Memahaminya.

3.    Kaitan dengan Ayat Sebelum dan Sesudah nya.
    Pada awal surah ini Allah mengukuhkan dengan sumpah ketinggian derajat kitab-Nya yang menampung wahyu itu dengan menyatakan . Demi al-Kitab itu yang nyata yang bersumber dari Allah, nyata keistimewaannya, serta nyata dan jelas pula uraian-uraiannya. Sesungguhnya Kami menjadikannya yakni kitab itu berupa – Qur’an yakni bacaan dengan berbahasa Arab, agar kamu memahami-nya dengan menggunakan akalmu. Dan sesungguhnya dia yakni al-Quran itu dalam induk al-Kitab yakni Lauh Mahfuzh disisi Kami, adalah benar-benar tinggi nilainya dan dalam saat yang sama penuh hikmah yakni amat banyak mengandung hikmah.



4.    Tafsiran Menurut Ulama.
  (Sesungguhnya Kami menjadikan Al-Qur’an) maksudnya Kami adakan Al-kitab ini -  (bacaan yang berbahasa Arab) atau memakai bahasa arab - (supaya kalian) hai penduduk Mekkah  (memahaminya) memahami makna-maknanya.

Sedangkan Thabathaba’i berpendapat bahwa pernyataan ayat diatasyang menjadikan tujuan dari dijadikannya Al-Quran dalam bahasa Arab   agar mereka memahami, mengisyaratkan bahwa sebelum kitab suci ini ‘dijadikan berbahasa Arab’, kallam Allah itu tidak terjangkau dengan akal manusia. Karena akal manusia berpotensi untuk mengetahui segala sesuatu yang dapat dipikirkan- betapapun rumitnya.dengan demikian kitab suci ini dari segi hakikat keberadaannya merupakan sesuatu yang tidak terjangkau oleh nalar manusia, dan karena itulah maka Allah ‘menjadikannya’ dalam bahasa Arab.
Sedangkan dalam tafsir Ibn Katsiir dijelaskan bahwa Allah SWT berfirman  Haa Miim.   “Demi Kitab (Al-Qur’an) yang menerangkan”. Yaitu, yang jelas, tegas, serta lugas makna-makna dan lafazh-lafaznya. Karena Al-Qur’an diturunkan dengan bahasa Arab yang merupakan bahasa interaktif manusia yang paling fasih. Untuk itu Allah Ta’ala berfirman :   “Sesungguhnya kami menjadikan Al-Qur’an,” yang Kami turunkan,  “Dalam berbahasa Arab”. Yaitu dengan bahasa Arab yang fasih dan jelas.   “ Supaya Kamu memahami(nya)”. Yaitu supaya kalian memahami dan  merenungkannya.

D.    Al-Qur’an Surat Fushshilat ayat 44
1.Ayat.
                                •    
Dan Jikalau Kami jadikan Al Quran itu suatu bacaan dalam bahasa selain Arab, tentulah mereka mengatakan: "Mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya?" Apakah (patut Al Quran) dalam bahasa asing sedang (Rasul adalah orang) Arab? Katakanlah: "Al Quran itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang mukmin. dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedang Al Quran itu suatu kegelapan bagi mereka . mereka itu adalah (seperti) yang dipanggil dari tempat yang jauh".

2. Kosakata.
 = Dijelaskan
3. Kaitan dengan ayat sebelum dan sesudahnya.
Diayat sebelumnya diceritakan bahwa bnayak sekali umat-umat terdahulu yang telah dibinasakan oleh Allah disebabkan kedustaan mereka terhadap para rasul. Dan Allah akan memberikan hukuman yang pedih bagi orang-orang yang kafir yang mendustakan ajaran Allah.

4. Tafsiran Para Ulama.
 (Dan jikalau Kami jadikan ia) yakni Al-Qur’an itu –
     (suatu bacaan dalam bahasa selain bahasa Arab, tentulah mereka mengatakan : “Mengapa tidak) kenapa tidak -  (dijelaskan) diterangkan -  (ayat-ayatnya?”) sehingga kami dapat memahaminya. -  (Apakah) patut Al-Qur’an -  (dalam bahasa asing sedangkan) nabi  (adalah orang arab). Istifham atau kata tanya disini mengandung makna ingkar, yakni menunjukkan keingkaran mereka.-      (katakanlah : “Al-Qur’an ini bagi orang-orang yang beriman adalah petunjuk) dari kesesatan-  (dan penawar) dari kebodoham -      (dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan) penutup, sehingga mereka tidak dapat mendengar -    (sedangkan Al-Qur’an itu suatu kegelapan bagi mereka) karena itu mereka tidak dapat memahaminya.
  •   (mereka itu adalah orang-orang yang dipanggil dari tempat yang jauh) karenyanya mereka tidak dapat mendengar dan tidak dapat memahami panggilan yang ditunjukkannya kepadanya itu.
Dalam tafsir Ibn Katsir menyatakan bahwa Allah menyebutkan tentang al-qur’an, kefashihan, keindahan dan kerapiannya lafazh dan maknanya, namun demikian orang-orang musyrik tetap tidak mengimaninya; Allah mengingatkan bahwa kekufuran mereka merupakan kufur pembangkangan dan kesombongan. Artinya, seandainya seluruh isi al-qur’an diturunkan dengan bahasa non arab, niscaya mereka dengan penuh perkembangan dan kesombongan akan berkata:”mengapa yidak dijelaskan ayat-ayatnya? Apakah (patut al-qur’an) dalam bahasa asing sedang(Rasul adalah orang) Arab?” Yakni, niscaya mereka berkata:” mengapa tidak diturunkan secara rinci dengan bahasa Arab,” dan niscaya mereka pun  mengingkarinya. Mereka mengatakan bahwa bagaimana al-qur’an diturunkan dengan bahasa ‘ajam, padahal yang menerimanya adalah orang Arab yang tidak dapat memahaminya.” Demikianlah makna ini diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, Mujahid, ‘Ikrimah, Sa’id bin jubair, as-Suddi dan lain-lain.

E.    Hubungan Surat Ibrahim : 4, Az-zukhruf ayat 3, Surat Maryam ayat 97, dan Surat Fushshilat ayat 44 Dengan Pendidikan.

Manusia adalah mahkluk sosial yang selalu berinteraksi dengan manusia lain. Interaksi antarmanusia yang memerlukan basaha sebagai alat disebut dengan komunikasi. Oleh sebab itu, bahasa sebagai alat komunikasi memegang kedudukan dan peran sangat dominan. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahasa  sebagai bentuk dalam komunikasi dikatakan sebagai fondasi dalam proses pembelajaran di sekolah.

Menurut Sudaryono, Bahasa adalah sarana komunikasi yang efektif walaupun tidak sempurna sehingga ketidaksempurnaan bahasa sebagai sarana komunikasi menjadi salah satu sumber terjadinya kesalahpahaman.
Adapun fungsi bahasa secara umum yaitu :
1.    Bahasa digunakan sebagai bahasa untuk mengadakan antar hubungan dalam pergaulan sehari-hari,
2.    Bahasa menjadi kunci mempelajari pengetahuan-pengetahuan lain. Jadi Bahasa Indonesia ini dipergunakan sebagai Fondasi dalam proses belaja mengajar di sekolah.
Berdasarkan dua fungsi dari bahasa tersebut itu mengapa bahasa digunakan sebagai fondasi dari proses pembelajaran di Sekolah atau Perkuliahan. Jika bahasa tidak dikuasai oleh siswa-siswa jelas pembelajaran di kelas tidak bisa jalan secara normal. Disini peranan guru sangat diperlukan untuk menekankan bahasa itu sendiri. Bahasa perlu dipelajari dengan fondasi yang kuat, dimana fondasi tersebut adalah membaca dan menulis. jika seorang siswa tidak bisa membaca dan menulis niscaya dan pasti semua mata pelajaran yang ada disekolah tidak bisa dipelajari. Sehingga Bahasa merupakan fondasi atau dasar dalam mempelajari semua mata pelajaran.

Risywah (Suap), Ghulul (Korupsi), dan Pemberian Hadiah pada Pejabat.

BAB I
PENDAHULUAN.


A.    Latar Belakang.

Lebih dari sepuluh tahun Reformasi, bangsa ini belum mampu tuntas memerangi KKN. Bahkan disinyalir semakin hari, penyakit yang merongrong negeri ini kian tumbuh varian-varian serta model baru. Publik pasti terus mendengar kasus korupsi yang menjerat pejabat publik negeri ini. Belum tuntas satu kasus yang menerpa satu pejabat, muncul kasus lain, muncul "gaya" baru dalam kasus tersebut.
Tak hanya korupsi, suap pun disinyalir terus bermetamorfosis dengan sebutan-sebutan anyar. Apakah itu uang hibah, hadiah, bahkan uang persahabatan. Di Indonesia, korupsi dan suap agaknya telah menjadi persoalan yang amat kronis. Ibarat penyakit, korupsi dikatakan telah menyebar luas ke seluruh negeri dengan jumlah yang dari tahun ke tahun cenderung semakin meningkat. Hasil riset yang dilakukan oleh berbagai lembaga, juga menunjukkan bahwa tingkat korupsi di negeri yang penduduknya mayoritas muslim ini termasuk yang paling tinggi di dunia.
Oleh karena itu penulis tertarik membahas tentang korupsi dan variansinya dalam kehidupan masa kini. Untuk menambah wawasan kita mengenai korusi, suap, dan pemberian hadiah serta bagaimana pandangan islam dalam mengkaji hal tersebut.

B.    Batasan Masalah.
Dalam makalah ini penulis hanya akan membahas mengenai :
1.    Pengertian Risywah (Suap), Ghulul (Korupsi), dan Pemberian Hadiah pada Pejabat
2.    Pandangan Islam mengenai Risywah (Suap) dan  Ghulul (Korupsi).
3.    Pandangan Islam mengenai Pemberian Hadiah pada Pejabat.

C.    Tujuan.
Makalah ini bertujuan untuk  memenuhi tugas individu mengenai Risywah (Suap), Ghulul (Korupsi), dan Pemberian Hadiah pada Pejabat, serta menambah wawasan kita sebagai mahasiswa tentang hal tersebut dan bagaimana pandangan islam memandangnya.




BAB.II
PEMBAHASAN
Risywah (Suap), Ghulul (Korupsi), dan Pemberian Hadiah pada Pejabat.

A.    Pengertian.
1.    Definisi Risywah (Suap).
Risywah menurut bahasa berarti: “pemberian yang diberikan seseorang kepada hakim atau lainnya untuk memenangkan perkaranya dengan cara yang tidak dibenarkan atau untuk mendapatkan sesuatu yang sesuai dengan kehendaknya. Sedangkan menurut istilah risywah berarti: “pemberian yang bertujuan membatalkan yang benar atau untuk menguatkan dan memenangkan yang salah.
Berdasarkan definisi di atas, bisa disimpulkan bahwa suatu tindakan dinamakan risywah jika memenuhi unsur-unsur berikut :
a.    Adanya athiyyah (pemberian)
b.    Ada niat Istimalah (menarik simpati orang lain)
c.    Bertujuan :
1)    Ibtholul haq (membatalkan yang haq)
2)    Ihqaqul bathil (merealisasikan kebathilan)
3)    al mahsubiyah bighoiri haq (mencari keberpihakan yang tidak dibenarkan)
4)    al hushul alal manafi’ (mendapatkan kepentingan yang bukan menjadi haknya)
5)    al hukmu lahu (memenangkan perkaranya)


2.    Pengertian Ghulul (Korupsi).
Ghulul atau korupsi adalah sebuah kata yang mempunyai banyak arti. Arti kata korupsi secara harfiah ialah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah.
Sedangkan korupsi dalam Undang-Undang RI No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, bahwa yang dimaksud dengan korupsi adalah usaha memperkaya diri atau orang lain atau suatu korporasi dengan cara melawan hukum yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

3.    Pengertian Hadiah.
Hadiah dalam kamus artinya pemberian yang bisa bermaksud kenang-kenangan, penghargaan dan penghormatan.  Adapun hadiah dalam pengertian fiqih Islam hampir sama dengan hibah, yaitu pemberian sesuatu untuk memuliakan seseorang tanpa mengharap balasan. Akan tetapi bila pemberian (hadiah) kepada hakim atau pemegang kekuasaan, maka hukumnya dirinci.
Adapun hukum pemberian hadiah kepada pemegang kekuasaan adalah: Pertama, pemberian kepada hakim atau pemegang kekuasaan dari seseorang yang sedang mempunyai perkara, maka hal ini haram dikarenakan pemberian tersebut dapat membuat condongnya hati (memiliki tendensi) sang hakim kepada si pemberi.
Kedua, pemberian kepada hakim atau pemegang kekuasaan dari seseorang yang tidak mempunyai perkara, sedang biasanya orang tersebut tidak pernah memberi (ketika sebelum menjadi hakim), maka hukumnya haram. Tetapi dalam kitab al-Kifayah dirujuk dari kitab an Nihayah dan al Basith, mengatakan bahwa hukumnya adalah makruh. Jika pemberian ini diharamkan, berarti si penerima tidak berhak menerima pemberian tersebut, sehingga ia harus mengembalikan kepada si pemberi, jika tidak memungkinkan, maka pemberian tersebut diserahkan ke baitul mal (kas Negara).
Ketiga, pemberian kepada hakim atau pemegang kekuasaan dari seorang yang tidak memiliki perkara/kasus dan si pemberi memang biasa memberikan sesuatu kepada hakim atau pemegang kekuasaan sebelum menjadi pejabat, maka dalam hal ini hukumnya halal. Sedangkan hukum menerimanya adalah makruh dan lebih baik menolak/tidak menerimanya. Atau bisa juga si penerima menerimanya dan kemudian membalas pemberian tersebut, atau si penerima menerimanya kemudian pemberian tersebut dimasukkan ke dalam baitul mal, kas negara


B.    Pandangan Islam terhadap Risywah (Suap), Ghulul (Korupsi), dan Pemberian Hadiah.
1. Hukum Risywah (Suap).
Dari definisi yang telah disebutkan di atas tentang Riisywah ada dua sisi yang saling terkait dalam masalah risywah; Ar-Rasyi (penyuap) dan Al-Murtasyi (penerima suap), yang dua-duanya sama-sama diharamkan dalam Islam menurut kesepakatan para ulama, bahkan perbuatan tersebut dikatagorikan dalam kelompok dosa besar. Sebagaimana yang telah diisyaratkan beberapa nash Al-Qur’an dan Sunnah Nabawiyah berikut ini :
Firman Allah SWT dalm Q.S. Al-Baqarah :188



Dan Sabda Rasulullah SAW :
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ
“Rasulullah melaknat penyuap dan yang menerima suap”(HR Khamsah kecuali an-Nasa’i dan di shahihkan oleh at-Tirmidzi).

عن أببى هريرة قال لعن رسول الله صلى الله عليه وسلم الراشي والمرتشي فى الحكم
“Bahwa laknat Allah akan ditimpakan kepada orang yang menyuap dan yang disuap dalam masalah hukum” (HR.Bukhari
Ayat dan hadits di atas menjelaskan secara tegas tentang diharamkannya mencari suap, menyuap dan menerima suap. Begitu juga menjadi mediator antara penyuap dan yang disuap. Segala sesuatu yang dihasilkan dengan cara yang tidak halal seperti risywah maka harus dikembalikan kepada pemiliknya jika pemiliknya diketahui, dan kepada ahli warisnya jika pemiliknya sudah meninggal, dan jika pemiliknya tidak diketahui maka harus diserahkan ke baitulmal sebagaimana penjelasan yang terdapat dalam hadits Ibnul lutbiah, atau digunakan untuk kepentingan umat Islam. Sebagaiman yang dikatakan oleh syekhul Islam Ibnu Taimiyah terkait dengan orang yang bertaubat setelah mengambil harta orang lain secara tidak benar: ”jika pemiliknya diketahui maka harus dikembalikan kepada pemiliknya, dan jika tidak diketahui maka diserahkan untuk kepentingan umat Islam.”
Pada prinsipnya risywah itu hukumnya haram karena termasuk memakan harta dengan cara yang tidak dibenarkan. Hanya saja mayoritas ulama membolehkan ‘Risywah’ (penyuapan) yang dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan haknya dan atau untuk mencegah kezhaliman orang lain.


2. Hukum Ghulul (Korupsi).
Seara etimologis, dalam al-Mu’jam al-Wasit bahwa kata ghulul berasal dari kata kerja (غلل يغلل), yang dapat diartikan dengan berkhianat dalam pembagian harta rampasan perang atau dalam harta-harta lain. Definisi ghulul secara terminologis dikemukakan oleh Rawas Qala’arji dan Hamid Sadiq Qunaibi yang diartikan mengambil sesuatu dan menyembunyikannya dalam hartanya. Akan tetapi, dalam pemikiran berikutnya berkembang menjadi tindakan curang dan khianat terhadap harta-harta lain, seperti tindakan penggelapan terhadap harta baitul mal, harta milik bersama kaum muslim, harta bersama dalam suatu kerja bisnis, harta negara, dan lain-lain.
Sanksi yang diterapkan terhadap tindakan ghulul pada zaman Rasulullah saw lebih ditekankan pada sanksi moral. Pelaku ghulul akan dipermalukan di hadapan Allah kelak pada hari kiamat. Dengan kata lain, bahwa perbuatan ini tidaklah dikriminalkan, melainkan hanya dengan sanksi moral dengan ancaman neraka sebagai sanksi ukhrawi. Ini lantaran pada saat itu, kasus-kasus ghulul hanya merugikan dengan nominal yang sangat kecil, kurang dari tiga dirham. Mungkin saja akan berbeda seandainya kasus ghulul memakan kerugian jutaan hingga miliaran rupiah, pasti akan ada hukuman fisik yang lebih tegas untuk mengatasinya.
C.    Pandangan islam terhadap Pemberian hadiah pada Pejabat.
Pada dasarnya, seseorang memberikan hadiah atau parsel kepada saudaranya seislam merupakan perbuatan terpuji dan dianjurkan oleh syariat. Apalagi jika diniatkan untuk menyambung silaturahim, kasih sayang dan rasa cinta, atau dalam rangka membalas budi dan kebaikan orang lain dengan hal yang semisal atau lebih baik darinya. Hal ini sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
تَهَادَوْا تَحَابُّوا
“Hendaklah kalian saling memberi hadiah, niscaya kalian akan saling mencintai.” (HR. Al-Baihaqi)

Dan diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَقْبَلُ الْهَدِيَّةَ وَيُثِيبُ عَلَيْهَا

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menerima hadiah dan membalasnya.” (HR. Bukhari)
Namun terkadang pula, hadiah bisa menjadi haram atau perantara menuju perkara yang haram jika hadiah tersebut untuk tujuan yang melanggar aturan syariat, seperti bertujuan menyuap orang yang menerimanya agar memberikan sesuatu yang bukan haknya, atau membebaskannya dari hukuman yang mesti menimpanya, membatilkan yang hak, atau sebaliknya. Dengan demikian, hukum memberikan hadiah itu berbeda-beda sesuai dengan tujuan pemberinya dan seberapa jauh dampak dan kerusakan yang ditimbulkan dari pemberian tersebut.