Translate

Monday, July 2, 2012

Bank Syariah dan Bank Konvensional

“Bank Syariah dan Bank Konvensional”


A.    Bank Syariah

1.    Pengertian.

Perbankan syariah atau perbankan Islam (Arab: المصرفية الإسلامية al-Mashrafiyah al-Islamiyah) adalah suatu sistem perbankan yang pelaksanaannya berdasarkan hukum Islam (syariah) . Pembentukan sistem ini berdasarkan adanya larangan dalam agama Islam untuk meminjamkan atau memungut pinjaman dengan mengenakan bunga pinjaman (riba), serta larangan untuk berinvestasi pada usaha-usaha berkategori terlarang (haram). Sistem perbankan konvensional tidak dapat menjamin absennya hal-hal tersebut dalam investasinya, misalnya dalam usaha yang berkaitan dengan produksi makanan atau minuman haram, usaha media atau hiburan yang tidak Islami, dan lain-lain.

2.    Prinsip Operasional Bank Syariah.

Perbankan syariah memiliki tujuan yang sama seperti perbankan konvensional, yaitu agar lembaga perbankan dapat menghasilkan keuntungan dengan cara meminjamkan modal, menyimpan dana, membiayai kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai. Meskipun UU No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah telah dikeluarkan, namun Indonesia masih menganut dual banking system ( dua system perbankan ). Dua system perbankan itu adalah bank umum dan bank berdasarkan bagi hasil ( yang secara impisit mengakui system perbankan berdasarkan prinsip Islam ). Praktik perbankan syariah tidak diperkenankan dilakukan bersama-sama dalam satu kantor yang berpraktik konvesional. Bank konvensional boleh membuka cabang syariah dengan prsyaratan yang cukup ketat, yaitu adanya pemisahan pembukuan,pemisahan modal,pemisahan pegawai,dan pemisahan keragaan ruangan.
Adapun prinsip hukum Islam melarang unsur-unsur di bawah ini dalam transaksi-transaksi perbankan tersebut, yakni :
•    Perniagaan atas barang-barang yang haram,
•    Bunga (riba),
•    Perjudian dan spekulasi yang disengaja (maisir), serta
•    Ketidakjelasan dan manipulatif (gharar).
Sedangkan unsur-unsur yang dibangun oleh bank syariah adalah sebagai berikut :
•    Melakukan hanya investasi yang halal menurut hukum Islam
•    Memakai prinsip bagi hasil, jual-beli, dan sewa
•    Berorientasi keuntungan dan falah (kebahagiaan dunia dan akhirat sesuai ajaran Islam)
•    Hubungan dengan nasabah dalam bentuk kemitraan.

a.    Titipan atau simpanan
Al-Wadi'ah (jasa penitipan), adalah jasa penitipan dana dimana penitip dapat mengambil dana tersebut sewaktu-waktu. Al-wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak kepihak lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja sipenitip menghendaki. Secara umum terdapat 2 jenis al-wadiah, yaitu :
1)    Wadiah Yad Al-Amanah (Trustee Depository)
Yaitu akad penitipan barang atau uang dimana pihak penerima titipan tidak diperkenankan menggunakan barang atau uang yang dititipkan dan tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan barang titipan yang bukan diakibatkan perbuatan atau kelalaian penerima titipan. Adapun aplikasinya dalam perbankan syariah berupa produk safe deposit box.
2)    Wadiah Yad Adh –Dhamanah (Guarantee Depository)
Adalah akad penitipan barang atau uang dimana pihak penerima titipan dengan atau tanpa izin pemilik barang atau uang dapat memanfaatkan barang atau uang tersebut  dan harus bertangggung jawab terhadap kehilangan atau kerusakan barang/uang titipan. Prinsip ini diaplikasikan dalam bentuk giro dan tabungan.

b.    Bagi hasil.
Adalah suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha untuk penyeia dana dan dengan pengelolaan dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah :
1)    Al-Musyarakah (Joint Venture), konsep ini diterapkan pada model partnership atau joint venture. Keuntungan yang diraih akan dibagi dalam rasio yang disepakati sementara kerugian akan dibagi berdasarkan rasio ekuitas yang dimiliki masing-masing pihak. Perbedaan mendasar dengan mudharabah ialah dalam konsep ini ada campur tangan pengelolaan manajemennya sedangkan mudharabah tidak ada campur tangan.
2)    Al-Mudharabah, adalah perjanjian antara penyedia modal dengan pengusaha. Setiap keuntungan yang diraih akan dibagi menurut rasio tertentu yang disepakati. Resiko kerugian ditanggung penuh oleh pihak Bank kecuali kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan pengelolaan, kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan.

c.    Jual beli.
Merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli, dimana bank akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai agen bank melakukan pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual barang tersebut degan nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan. Impilikasinya berupa :
1)    Bai' Al-Murabahah, adalah penyaluran dana dalam bentuk jual beli. Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan pengguna jasa kemudian menjualnya kembali ke pengguna jasa dengan harga yang dinaikkan sesuai margin keuntungan yang ditetapkan bank, dan pengguna jasa dapat mengangsur barang tersebut. Besarnya angsuran flat sesuai akad diawal dan besarnya angsuran=harga pokok ditambah margin yang disepakati. Contoh: harga rumah 500 juta, margin bank/keuntungan bank 100 jt, maka yang dibayar nasabah peminjam ialah 600 juta dan diangsur selama waktu yang disepakati diawal antara Bank dan Nasabah.
2)    Bai' As-Salam, Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan di kemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka. Barang yang dibeli harus diukur dan ditimbang secara jelas dan spesifik, dan penetapan harga beli berdasarkan keridhaan yang utuh antara kedua belah pihak. Contoh: Pembiayaan bagi petani dalam jangka waktu yang pendek (2-6 bulan). Karena barang yang dibeli (misalnya padi, jagung, cabai) tidak dimaksudkan sebagai inventori, maka bank melakukan akad bai' as-salam kepada pembeli kedua (misalnya Bulog, pedagang pasar induk, grosir). Contoh lain misalnya pada produk garmen, yaitu antara penjual, bank, dan rekanan yang direkomendasikan penjual.
3)    Bai' Al-Istishna', merupakan bentuk As-Salam khusus di mana harga barang bisa dibayar saat kontrak, dibayar secara angsuran, atau dibayar di kemudian hari. Bank mengikat masing-masing kepada pembeli dan penjual secara terpisah, tidak seperti As-Salam di mana semua pihak diikat secara bersama sejak semula. Dengan demikian, bank sebagai pihak yang mengadakan barang bertanggung-jawab kepada nasabah atas kesalahan pelaksanaan pekerjaan dan jaminan yang timbul dari transaksi tersebut.
d.    Sewa.
Adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan hak kepemilikan atas barang itu sendiri. Sewa (al-ijarah) terbagi menjadi dua jenis yaitu ijarah sewa murni dan ijarah al mumtahiya bit tamlik merupakan penggabungan sewa dan beli, dimana sipenyewa mempunyai hak untuk memiliki barang pada akhir masa sewa.
e.    Al-wakalah, dimana nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti tranfer.
f.    Al-kafalah, yaitu jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi pihak kedua atau yang ditanggung.
g.    Al-hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya.
h.    Ar-rahn, yaitu menahan salah satu harta milik sipeminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya . barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian hutangnya.
i.    Al-Qadh, yaitu pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan.

B.    Bank Konvensional.

Dalam bank konvensional terfapat kegiatan yang dilarang oleh syariat islam. Seperti menerima dan membayar bunga (riba), membiayai kegiatan produksi barang-barang yang diharamkan. Selain itu, bnk konvensional juga menggunakan konsep biaya (cost concept) untuk menghitung keuntungan. Artinya bunga yang dijanjikan dimuka kepada nasabah penabung merupakan ongkos atau biaya yang harus di bayar oleh bank.
Maka bank harus ‘menjual’ kepada nasabah lain (peminjam) dengan biaya pengguna yang lebih tinggi. Perbedaan diantara keduanya disebut spread yang menandakan apakah perusahaan tersebut untung atau rugi. Bila spread nya positif, dimana beban bunga yang dibebankan kepada peminjam lebih tinggi dari pada beban bunga yang dibebankan kepada penabung, maka dapat dikatakan bahwa bank mendapatkan keuntungan, dan sebaliknya.



C.    Kedudukan Bunga Bank dalam Islam.


               
278. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa Riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.

Jabir bin Abdullah Ra. berkata : "Rasulullah Saw melaknat pemakan riba dan yang memberi makan riba, juga saksi dan penulisnya". HR. Muslim, Ahmad, Abu Daud dan Attirmidzi.

Dilarangnya riba dengan sangat tegas dan keras dalam ajaran Islam telah membawa banyak pertanyaan tentang bagaimana kedudukan bunga bank yang berlaku sekarang ini. Sehingga tidak mengherankan kemudian muncul berbagai pendapat yang cukup beragam di kalangan para fuqaha maupun masyarakat umum yang mencoba memberikan fatwanya. Secara umum pendapat tersebut dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yaitu pendapat pertama yang dengan tegas menyatakan bahwa bunga bank sama dengan riba sehingga hukumnya haram. Pendapat kedua yang menyatakan bahwa bunga bank tidak sama dengan riba sehingga hukumnya halal dengan berbagai argumennya. Sedangkan pendapat ketiga mengambil jalan tengah dengan mengatakan bahwa selama bunga tersebut rendah dan tidak memberatkan salah satu pihak maka hukumnya halal dan apabila bunga tersebut sudah tinggi dan sangat memberatkan maka hukumnya haram.

Analisis yang jernih dan objektif terhadap berbagai nash dari Al-Qur'an dan Sunnah serta mekanisme kerja bank dan sistem bunganya, sebenarnya akan mengantarkan kita kepada suatu pemahaman yang jelas untuk dapat menarik kesimpulan tentang kedudukan bunga bank dalam syariat Islam. Mempelajari berbagai bentuk riba yang telah dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya pada masa lalu ternyata memiliki esensi yang sama (walau dengan bentuk berbeda) dengan sistem bunga yang sedang berjalan pada masa kini diberbagai lembaga yang disebut bank. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bunga bank sama dengan riba dan itu sangat dilarang dalam Islam. Besar atau kecil, yang haram tetaplah haram.

Akibat yang ditimbulkan oleh sistem bunga pada saat ini sepertinya tidak terlalu jauh berbeda dengan akibat yang ditimbulkan oleh sistem riba di jaman dulu, bahkan pada sisi-sisi tertentu ternyata jauh lebih menghancurkan sendi-sendi kemanusiaan suatu bangsa. Ambil contoh eksploitasi negara-negara sedang berkembang oleh negera-negara maju melalui pinjaman modal dengan menggunakan sistem bunga. Akibatnya, pembangunan yang dilakukan dengan susah payah, hasilnya hanya dinikmati oleh negara-negara maju melalui pembayaran bunga pinjaman yang sudah sangat membengkak. Inilah suatu kezaliman yang sangat zalim.

Mengamati kondisi ini sudah sangat perlu dan merupakan keharusan untuk membentuk suatu sistem baru di bidang perbankan khususnya dan perekonomian pada umumnya yang bebas bunga dengan bersendikan pada keadilan, kemanusiaan, pemerataan kekayaan, dan persaingan yang sehat. Ajaran Islam sebenarnya telah memberikan landasan-landasan yang kokoh tentang sistem perekonomian yang bercirikan dan mempunyai karakter tersebut di atas. Salah satu alternatif yang ditawarkan adalah bentuk lembaga keuangan yang disebut bank Islam.
Beberapa Pandangan Tentang Bunga Bank
Menurut Hosen dan Hasan Ali (PKES, 2008:12) beberapa alasan mengapa bunga menjadi dilarang dalam Islam, diantaranya adalah:

•    Bunga (interest) sebagai biaya produksi yang telah ditetapkan sebelumnya cenderung menghalangi terjadinya lapangan kerja penuh (full employment) (MA Khan, 1986: Ahmad, 1952: Mannan, 1986)
•    Krisis-krisis moneter internasional terutama disebabkan oleh institusi yang memberlakukan bunga (MA. Khan, 1986)
•    Siklus-siklus bisnis dalam kadar tertentu dinisbahkan kepada fenomena bunga (Ahmad, 1952: Su’ud, 1980)
•    Teori ekonomi modern yang berbasis bunga ini belum mampu memberikan justifikasi terhadap eksistensi bunga (Khan dan Mirakhor, 1992). Pandangan Islam tentang Riba & Bunga Bank

Majelis ulama Indonesia (MUI), mengeluarkan fatwa tentang bunga bank (interest/fai’dah), yaitu;
•    Bunga (interest/fa’idah) adalah tambahan yang dikenakan dalam transaksi pinjaman uang (al qaradh) yang diperhitungkan dari pokok pinjaman tanpa mempertimbangkan pemanfaatan/hasil pokok tersebut, berdasarkan tempo waktu, diperhitungkan secara pasti di muka, dan pada umumnya berdasarkan persentase.
•    Riba adalah tambahan (ziyadah) tanpa imbalan yang terjadi karena penagguhan dalam pembayaran yang diperjanjikan sebelumnya
•    Praktek pembangunan haram hukumnya, baik yang dilakukan oleh bank, asuransi, pasar modal, pengadaian, koperasi dan lembaga keuangan lainnnya maupun dilakukan oleh individu.

D.    Pola Operasi bank Syariah.

Pada sistem operasi bank syariah pemilik dana menanamkan uangnya di bank tidak dengan motif mendapatkan bunga, tetapi dalam rangka mendpatkan keuntungan bagi hasil. Dana nasabah tersebut kemudian disalurkan kepada mereka yang membutuhkan (misalnya,modal usaha) dengan perjanjian pembagian keuntungan sesuai kesepakatan. Sistem operasi tersebut meliputi :

1. Sistem Penghimpunan Dana

Metode penghimpunan dana yang ada pada bank-bank konvensional didasari teori yang diungkapkan Keynes yang mengemukakan bahwa orang membutuhkan uang untuk tiga kegunaan, yaitu fungsi transaksi, cadangan dan investasi. Teori tersebut menyebabkan produk penghimpunan dana disesuaikan dengan tiga fungsi tersebut, yaitu berupa giro, tabungan dan deposito.
Berbeda halnya dengan hal tersebut, bank syariah tidak melakukan pendekatan tunggal dalam menyediakan produk penghimpunan dana bagi nasabahnya. Pada dasarnya, dilihat dari sumbernya, dana bank syariah terdiri atas:
a.    Modal
Modal adalah dana yang diserahkan oleh para pemilik (owner). Dana modal dapat digunakan untuk pembelian gedung, tanah, perlengkapan, dan sebagainya yang secara tidak langsung menghasilkan (fixed asset/non earning asset). Selain itu, modal juga dapat digunakan untuk hal-hal yang produktif, yaitu disalurkan menjadi pembiayaan. Pembiayaan yang berasal dari modal, hasilnya tentu saja bagi pemilik modal, tidak dibagikan kepada pemilik dana lainnya.

b.    Titipan (Wadi’ah)
Salah satu prinsip yang digunakan bank syariah dalam memobilisasi dana adalah dengan menggunakan prinsip titipan. Akad yang sesuai dengan prinsip ini ialah al-wadi’ah.
Dalam prinsip ini, bank menerima titipan dari nasabah dan bertanggung jawab penuh atas titipan tersebut. Nasabah sebagai penitip berhak untuk mengambil setiap saat, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

c.    Investasi (Mudharabah)
Akad yang sesuai dengan prinsip investasi adalah mudharabah yang mempunyai tujuan kerjasama antara pemilik dana (shahibul maal) dengan pengelola dana (mudharib), dalam hal ini adalah bank. Pemilik dana sebagai deposan di bank syariah berperan sebagai investor murni yang menanggung aspek sharing risk dan return dari bank. Deposan, dengan demikian bukanlah lender atau kreditor bagi bank seperti halnya pada bank konvensional.

2. Sistem Penyaluran Dana (Financing)

Produk penyaluran dana di bank syariah dapat dikembangkan dengan tiga model, yaitu:
a.    Transaksi pembiayaan.
Ditujukan untuk memiliki barang dilakukan dengan prinsip jual beli.Prinsip jual beli ini dikembangkan menjadi bentuk pembiayaan pembiayaan murabahah, salam dan istishna’.
b.    Transaksi pembiayaan.
Ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan dengan prinsip sewa (Ijarah). Transaksi ijarah dilandasi adanya pemindahan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama dengan prinsip jual beli, namun perbedaannya terletak pada obyek transaksinya. Bila pada jual beli obyek transaksinya adalah barang, maka pada ijarah obyek transaksinya jasa.
c.    Transaksi pembiayaan.
Ditujukan untuk usaha kerjasama yang ditujukan guna mendapatkan sekaligus barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil. Prinsip bagi hasil untuk produk pembiayaan di bank syariah dioperasionalkan dengan pola-pola musyarakah dan mudharabah. Jasa Layanan Perbankan, yang dioperasionalkan dengan pola hiwalah, rahn, al-qardh, wakalah, dan kafalah.

No comments: