Translate

Showing posts with label FIQH KONTEMPORER. Show all posts
Showing posts with label FIQH KONTEMPORER. Show all posts

Monday, July 2, 2012

Monogami dan Poligami dalam Perspektif Fiqh Kontemporer

Monogami dan Poligami


A.    Pengertian Monogami dan Poligami

Istilah monogamy berasal dari bahasa Yunani, yakni monos berarti “satu” atau “sendiri”, dan gamos yang berarti “pernikahan”. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996:257), pengertian monogami yaitu perkawinan seseorang dengan seseorang (yakni seorang laki-laki dengan seorang perempuan). Di dalam islam, Allah SWT menganjurkan untuk beristri satu saja untuk menghindarkan seseorang berbuat sewenang-wenang dan membuat orang lain sengsara atau menderita apabila seseorang beristri lebih dari satu. Walaupun seorang laki-laki diperbolehkan mengawini  wanita lebih dari seorang, tetapi kalau tidak dapat memenuhi syarat-syarat yang ditentukan sebaiknya hanya beristri satu orang saja.
Sedangkan istilah poligami berasal dari kata poly yang berarti “banyak” dan gamos yang berarti “kawin atau perkawinan”. Jadi poligami adalah perkawinan antara seorang laki-laki dengan lebih dari seorang wanita dalam waktu yang sama. Mengawini wanita lebih dari satu orang ini menurut Hukum  Islam diperbolehkan dengan dibatasi paling banyak empat orang dengan syarat harus berlaku adil kepada mereka. Yakni harus adil dalam melayani istri, seperti urusan nafkah, tempat tinggal, pakaian, dan segala hal yang bersifat lahiriah. Jika tidak bisa berlaku adil maka cukup satu istri saja (monogami). Hal ini berdasarkan firman Allah SWT :
وَإِن خِفتُم أَلّا تُقسِطوا فِى اليَتٰمىٰ فَانكِحوا ما طابَ لَكُم مِنَ النِّساءِ مَثنىٰ وَثُلٰثَ وَرُبٰعَ ۖ فَإِن خِفتُم أَلّا تَعدِلوا فَوٰحِدَةً
Artinya : “ maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka ( nikahilah ) seorang saja.” ( An nisa : 3 )


B.    Monogami dan Poligami dalam Perundang-undangan.

Pada dasarnya Undang-Undang perkawinan menganut asas monogami di dalam perkawinan. Hal ini tegas disebut dalam pasal 3 ayat 1 yang berbunyi : Pada asasnya seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri dan seorang istri hanya boleh mempunyai seorang suami.
Akan tetapi asas monogami dalam Undang-Undang perkawinan ini tidak bersifat mutlak, tetapi hanya bersifat pengarahan kepada pembentukan perkawinan monogami dengan jalan mempersulit dan mempersempit penggunaan poligami dan bukan menghapuskan sama sekali sistem poligami.
Seorang pria boleh melakukan poligami asal memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu yang telah ditentukan dalam Undang-undang perkawinan. Yakni :
  1. Adanya persetujuan dari istri atau istri-istri terdahulu. Persetujuan ini bisa tertulis dan bisa dinyatakan secara lisan didepan sidang pengadilan.
  2. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka.
  3. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak mereka.
Walaupun demikian pengadilan hanya dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Pengadilan dalam memberikan putusan selain memeriksa apakah syarat-syarat yang berlaku telah dipenuhi. Dan harus diingat pula apakah ketentuan-ketentuan hukum perkawinan dari calon suami mengizinkan adanya poligami.

C.    Monogami dan Poligami dalam pandangan/ tinjauan hukum islam.

Menurut Syamahsari dalam kitab tafsir Al-Kasyaf (dalam Masail Al Fiqhiyah), mengatakan bahwa poligami menurut syariat islam adalah merupakan suatu tukhshah (kelonggaran ketika darurat).
Kebolehan berpoligami dijelaskan dalam QS. An Nisaa ayat 3, yang berdasarkan ayat tersebut, memang dalam islam poligami diperbolehkan, namun mempunyai batas, yakni empat orang istri. Seperti yang tertulis dalam hadist Nabi Muhammad SAW :
Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW telah bersabda kepada Ghailan bin Umayah al-Tsaqafi yang telah memeluk agama islam dan memiliki sepuluh orang istri : “Pilihlah empat dari mereka dan ceraikanlah yang lainnya (H.R Imam Malik dalam kitab al-Muwatha’).

Adapun tindakan poligami diperbolehkan jika :
1.    Istri tidak dapat dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri. Alasan ini memang bisa dibenarkan karena jika istri tidak dapat menjalankan kewajibannya dengan baik, ini berarti hak-hak suami suami dalam rumah tangga tidak terpenuhi. Hal ini akan menghalangi tercapainya tujuan perkawinan tersebut.
2.    Istri cacat atau menderita penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Melaksanakan poligami dalam keadaan seperti ini dipandang lebih berperikemanusiaan dari pada melakukan monogami dengan tindakan menceraikan istri yang sedang dalam penderitaan dan membutuhkan pertolongan (perlindungan) dari seorang suami.
3.    Apabila istri tidak dapat memberi keturunan. Alasan ini adalah alasan yang wajar, sebab memperoleh keturunan adalah merupakan salah satu tujuan dari perkawinan itu sendiri. Namun hakim harus mendapat keterangan yang jelas dari seorang ahli, apakah kemandulan itu berasal dari pihak istri. Apabila ternyata kemandulan tersebut berasal dari pihak istri, maka alasan ini dapat diterima.

Namun pada dasarnya, islam memandang poligami lebih banyak membawa resiko dari pada manfaatnya, karena manusia itu menurut fitrahnya mempunyai watak cemburu, iri hati, dan suka mengeluh. Watak-watak tersebut akan mudah timbul dengan kadar tinggi, jika hidup dalam  keluarga yang poligamis. Dengan demikan, poligamis itu bisa menjadi sumber konflik dalam kehidupan keluarga. Karena itu hukum asal dalam perkawinan menurut islam adalah monogami, sebab dengan monogami akan mudah menetralisir sifat cemburu, iri hati, dan suka mengeluh dalam kehidupan keluarga yang monogamis. Oleh karena itulah, poligami hanya diperbolehkan dalam keadaan darurat.


D.    Proses Perceraian di Pengadilan Agama.

Perlu diketahui bahwa untuk yang beragama Islam (nikah secara muslim) jika ingin bercerai maka gugatan cerainya diajukan di PengadilanAgama dan apabila yang mengajukan adalah suami maka permohonan cerainya diajakan di Pengadilan Agama tempat si istri bertempat tinggal (KTP), apabila istri sebagai pemohon maka diajukan di Pengadilan Agama dimana istri bertempat tinggal. Sementara bagi yang non-muslim jika ingin bercerai diajukannya di Pengadilan Negeri dan dasar mengajukan sesuai dengan Pasal 118 HIR.
Adapun urut-urutan sidang perceraian di Pengadilan Agama yaitu sebagai berikut:

1.    Sidang kelengkapan berkas-berkas (permohonan didaftarkan dan biasanya para pihak dipanggil untuk sidang pertama selama 3 minggu, dalam sidang pertama maka Majelis Hakim akan menawarkan perdamaian kepada para pihak), pembacaan gugatan dan usaha perdamaian.

2.    Diikuti dengan acara mediasi.
Mediasi ini dilakukan sebelum diadakan sidang perceraian. Dimana mediasi ini ditunjuk satu orang mediator dari salah satu hakim di Pengadilan Agama tersebut. Umumnya mediasi dilakukan sebanyak 2 kali, dan dilaksanakan di ruangan khusus. apabila dalam mediasi tidak tercapai perdamaian/rujuk maka mediator akan membuat berita acara hasil mediasi, maka barulah proses perkara perceraian dapat dilaksanakan

3.    Sidang jawaban.
Apabila tidak tercapai hasil mediasi, maka sidang berikutnya Termohon akan mengajukan jawaban atas permohonan cerai dari Pemohon.

4.    Sidang replik.
Terhadap jawaban dari Termohon, maka Pemohon membuat tanggapan atas jawaban Termohon Tersebut.

5.    Sidang duplik.
Yakni tanggapan Pemohon atas Replik dari Termohon. Sidang pembuktian dari penggugat.

6.    Mengajukan bukti-bukti baik Pemohon maupun Termohon.
Bukti yang diajukan oleh para pihak adalah  bukti surat maupun saksi (minimal 2 orang saksi) untuk menguatkan dalil dan Pembuktian dari Termohon yaitu mengajukan bukti-bukti, baik bukti surat maupun saksi untuk menyangkal dalil dari Pemohon oleh Termohon.

7.    Sidang kesimpulan.
Kesimpulan yang diajukan oleh Pemohon dan Termohon di dalam persidangan. Kesimpulan tersebut dapat dilakukan secara tertulis maupun lisan dan kesimpulan tersebut bukan sesuatu keharusan bagi para pihak tapi alangkah lebih baiknya diajukan untuk menguatkan dalil maupun bantahan dari para pihak tersebut.

8.    Sidang Putusan.
Tahap terakhir setelah proses pemeriksaan perkara selesai yaitu putusan hakim.

OPERASI PLASTIK


 OPERASI PLASTIK


A.    Pengertian Operasi Plastik.

Bedah plastik adalah suatu cabang ilmu kedokteran yang bertujuan untuk merekonstruksi atau memperbaiki bagian tubuh manusia melalui operasi kedokteran. Berasal dari kata bahasa Yunani platikos yang berarti "membentuk".
Operasi plastik atau lebih dikenal dengan nama bedah plastik (plastic surgery) atau dalam bahasa Arab disebut jirahah at-tajmil adalah operasi bedah untuk memperbaiki penampilan satu anggota tubuh yang nampak, atau untuk memperbaiki fungsinya, ketika anggota tubuh itu berkurang, hilang/lepas, atau rusak. Tindakan pembedahan ini dilakukan berdasarkan ilmu pengetahuan kedokteran khususnya di bidang bedah plastik , sehingga pembedahan ini harus dilakukan oleh seorang dokter spesialis bedah plastik.
Operasi plastik biasanya memang bertujuan untuk mempercantik atau memperbaiki satu bagian didalam anggota badan, baik yang nampak atau tidak, dengan cara ditambah, dikurangi atau dibuang, sehingga anggota tubuh tampak lebih indah, dan ini disebut "operasi yang disengaja". Namun, selain untuk kecantikan, bedah plastik juga dilakukan untuk tujuan kesehatan. Misalnya pada kasus tertentu, ada orang yang mengalami luka bakar atau kena air keras, sehingga ada bagian tubuhnya yang rusak. Maka untuk memperbaiki kerusakan ini, dianjurkan melakukan bedah plastik, yang dikenal dengan "operasi tanpa ada unsur kesengajaan".
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa operasi plastik adalah suatu tindakan yang dapat dilakukan oleh doket atau tenaga medis yang bertujuan untuk memperbaiki atau menyempurnakan fungsi dan bentuk tubuh seseorang.
Hukum operasi plastik ada yang mubah dan ada yang haram. Operasi plastik yang mubah adalah yang bertujuan untuk memperbaiki cacat sejak lahir (al-’uyub al-khalqiyyah) seperti bibir sumbing, atau cacat yang datang kemudian (al-’uyub al-thari`ah) akibat kecelakaan, kebakaran, atau semisalnya, seperti wajah yang rusak akibat kebakaran/kecelakaan.
Dalam pelaksaanaannya, operasi plastik ini terdiri dari dua bentuk, yaitu : operasi tanpa ada unsur kesengajaan, dan operasi yang disengaja.
1.    Operasi tanpa ada unsur kesengajaan.
Maksudnya adalah operasi yang dilakukan hanya untuk pengobatan dari aib (cacat) yang ada dibadan, baik karena cacat dari lahir (bawaan), seperti bibir sumbing, jari tangan atau kaki yang berlebih, atau yang disebabkan oleh penyakit yang akhirnya merubah sebagian anggota badan, seperti akibat dari pennyakit kusta, TBC, atau karena luka bakar diwajah akibat siraman air panas.
Kesemua unsur ini adalah operasi yang bukan karena keinginannya, akan tetapi yang dimaksudkan adalah untuk pengobatan saja. Walaupun hasilnya nanti menjadi lebih indah dari sebelumnya. Bentuk operasi ini dapat diistilahkan dengan operasi dharuriyyah.

2.    Operasi yang dilakukan dengan sengaja.
Maksudnya adalah operasi yang tidak dikarenakan penyakit bawaan (turunan) atau karena kecelakaan, akan tetapi atas keinginannya sendiri untuk menambah keindahan dan mempercantik diri. Operasi ini dapat diistilahkan dengan ikhtiyariyyah. Operasi dalam bentuk ini ada dua macam, yaitu :
a.    Operasi anggota badan.
Diantaranya adalah operasi telinga, dagu, hidung, perut, payudara, dengan ditambah, dikurang, atau dibuang sesuai keinginan agar terlihat cantik.

b.    Operasi mempermuda anggota tubuh.
Adapun operasi ini diperuntukkan bagi mereka yang sudah berumur tua, dengan menarik kerutan diwajah, lengan, tangan, perut, atau alis dengan tujuan agar kelihatan lebih muda dari umur yang sebenarnya sehingga tampak tetap cantik dan memikat.

B.    Operasi Plastik dalam pandangan Islam.

Dalam membahas hukum pelaksanaan operasi plastik dalam pandangan islam, terdapat tiga pendapat para ulama, diantaranya :
1.    Pendapat yang melarang secara mutlak,
2.    Pendapat yang membolehkan.

1.    Pendapat yang melarang operasi plastik.

Operasi plastik yang diharamkan, adalah yang bertujuan semata untuk mempercantik atau memperindah wajah atau tubuh, tanpa ada hajat untuk pengobatan atau memperbaiki suatu cacat. Contohnya, operasi untuk memperindah bentuk hidung, dagu, buah dada, atau operasi untuk menghilangkan kerutan-kerutan tanda tua di wajah, dan sebagainya.
Dasar hukum dilarangnya operasi plastik oleh ulama Fiqh berdasarkan pada Firman Allah pada Q.S. An-Nisaa’ : 119
• •     •                  
Dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka mengubahnya". Barangsiapa yang menjadikan syaitan menjadi pelindung selain Allah, Maka Sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata.

    Ayat ini datang sebagai kecaman (dzamm) atas perbuatan syaitan yang selalu mengajak manusia untuk melakukan berbagai perbuatan maksiat, di antaranya adalah mengubah ciptaan Allah (taghyir khalqillah). Operasi plastik untuk mempercantik diri termasuk dalam pengertian mengubah ciptaan Allah, maka hukumnya haram.
   
    Diriwayatkan dari Imam Bukhari dan Muslim Ra. dari Abdullah ibn Mas’ud Ra, beliau pernah berkata ”Allah melaknat wanita-wanita yang mentato dan yang meminta untuk ditatokan, yang mencukur (menipiskan) alis dan yang meminta dicukur, yang mengikir gigi supaya kelihatan cantik dan merubah ciptaan Allah.” (H.R Bukhari)
    Dari hadits ini, dapat diambil sebuah dalil bahwa Allah Swt. melaknat mereka yang melakukan perkara ini dan mengubah ciptaan-Nya.

2.    Pendapat yang Membolehkan Operasi Plastik.

Operasi plastik dibolehkan (mubah) dengan tujuan memperbaiki cacat sejak lahir, seperti bibir sumbing, atau cacat yang datang kemudian, seperti akibat kecelakaan, kebakaran, atau semisalnya, seperti wajah yang rusak akibat kebakaran/kecelakaan. Operasi plastik untuk memperbaiki cacat yang demikian ini hukumnya adalah mubah.
Nabi SAW bersabda pula,"Wahai hamba-hamba Allah berobatlah kalian, karena sesungguhnya Allah tidak menurunkan satu penyakit, kecuali menurunkan pula obatnya." (HR Tirmidzi).
Maksud dari hadits diatas adalah, bahwa setiap penyakit itu pasti ada obatnya, maka dianjurkan kepada orang yang sakit agar mengobati sakitnya, jangan hanya dibiarkan saja, bahkan hadits itu menekankan agar berobat kepada seorang dokter yang profesional dibidangnya.
Selain itu, Imam Abu hanifah dalam kitabnya berpendapat, “Bahwa tidak mengapa jika kita berobat menggunakan jarum suntik (yang berhubungan dengan operasi), dengan alasan untuk berobat, karena berobat itu dibolehkan hukumnya. Sesuai dengan ijma’ ulama, dan tidak ada pembeda antara laki-laki dan perempuan”. Akan tetapi disebutkan (pendapat lemah) bahwa tidak diperbolehkan berobat menggunakan bahan yang diharamkan, seperti khamar, bir dan sejenisnya.
    Jadi kesimpulan yang dapat diambil adalah operasi plastik hukumnya boleh bila bertujuan untuk memperbaiki cacat akibat kecelakaan atau sejak lahir. Operasi semacam ini diperbolehkan (hukumnya mubah).

ABORTUS, MENSTRUAL REGULATION, DAN EUGENETIKA

ABORTUS, MENSTRUAL REGULATION, DAN EUGENETIKA

 

A.    Pengertian Abortus, Menstrual regulation, dan Eugenetika.

1.    Pengertian Abortus.

Perkataan abortus dalam bahasa Inggris disebut abortion. Istilah abortus berasal dari bahasa latin yang berarti gugur kandungan atau keguguran. Abortus menurut Sardikin Ginaputra (Fakultas Kedokteran UI) ialah pengakhiran kehamilan atau hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Sedangkan menurut Moryono Reksediputra (Fakultas Hukum UI) ialah pengeluaran hasil konsepsi dari rahim sebelum waktunya (sebelum dapat lahir secara alamiah).
Dari beberapa penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa abortus adalah suatu perbuatan untuk mengakhiri masa kehamilan dengan mengeluarkan janin dari kandungan sebelum janin tersebut dapat hidup diluar kandungan.

2.    Pengertian Mesntrual Regulation.

Sebutan Menstrual Regulation merupakan istilah bahasa Inggris, yang telah diterjemahkan oleh dokter Arab yang artinya pengguguran kandungan yang masih muda. Menstrual Regulation secara harfiah artiya pengaturan menstuasi atau datang bulan atau haid. Tetapi dalam praktek menstrual regulation ini dilaksanakan terhadap wanita yang merasa terlambat waktu mentruasi dan berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium ternyata positif mengandung. Maka ia meminta janinnya dihilangkan atu dilenyapkan.
Maka jelaslah bahwa menstrual regulation itu pada hakikatnya adalah abortus Provocatus Criminalis, sekalipun dilakukan oleh dokter. Karena itu abortus dan menstrual regulation itu pada hakikatnya adalah pembunuhan janin secara terselubung.

3.    Pengertian Eugenetika.

Eugenetika yaitu sebuah pemikiran yang berpijak pada konsep evolusi dan genetika dimana menganggap suatu ras, suku, agama, atau kelompok tertentu lebih pantas unggul dan dihormati dibandingkan kelompok lainnya. Sedangkan para pengangguran, orang-orang cacat, penjahat, dan idiot dianggap sebagai pembawa masalah dan harus dimusnahkan. Dalam teori eugenetika, faktor gen sangatlah penting, sakral dan menjadi penentu keunggulan suatu bangsa. Menurut mereka, orang cerdas akan melahirkan anak yang cerdas.

B.    Macam-macam Abortus, Menstrual regulation, dan Eugenetika.

Secara umum,pengguguran kandungan (abortus) dapat dibagi menjadi beberapa macam, yakni:
  1. Abortus Spontan (Spontaneus Abortus), ialah abortus yang tidak disengaja. Abortus spontan bisa terjadi karena penyakit syphilis, kecelakaan dan sebagainya.
  2. Abortus yang disengaja (Abortus Provocatus/ Induced Pro Abortion)
  3. Aborsi terapeutik / medis adalah pengguguran kandungan buatan yang dilakukan atas indikasi medik.  Sebagai contoh, calon ibu yang sedang hamil tetapi mempunyai penyakit darah tinggi menahun atau penyakit jantung yang parah yang dapat membahayakan baik calon ibu maupun janin yang dikandungnya. Tetapi ini semua atas pertimbangan medis yang matang dan tidak tergesa-gesa. 
Abortus ini terdiri dari 3 bentuk, yaitu :
  1. Abortus atas dasar Artficialis Therapicus, yakni abortus yang dilakukan oleh dokter atas dasar indikasi medis. Misalnya, jika kehamilan diteruskan bisa membahayakan sicalon ibu, karena penyakit yang berat seperti TBC yang berat dan ginjal.
  2. Abortus Provocatus Criminalis, ialah abortus yang dilakukan tanpa dasar indikasi medis. Misalnya, abortus yang dilakukan untuk meniadakan hasil hubungan seks diluar nikah atau untuk mengakhiri kehamilan yang tidak dikehendaki melalui bantuan dukun.
  3. Abortus yang dilakukan karena adanya illat, artinya islam membolehkan melakukan tindakan abortus karena ada sebab yang dipandang oleh hukum islam yang tidak bertentangan. Contohnya kehamilan yang mengancam keselamatan sang ibu.
Selain penjelasan diatas, pendapat lain mengatakan Abortus terdiri dari beberapa jenis, yaitu :
1.    Abortus Komplet
Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari rahim pada kehamilan kurang dari 20 minggu.
2.     Abortus Inkomplet
Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari rahim dan masih ada yang tertinggal.
3.    Abortus Insipiens
Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks yang telah mendatar, sedangkan hasil konsepsi masih berada lengkap di dalam rahim.
4.    Abortus Iminens
Abortus tingkat permulaan, terjadi perdarahan per vaginam, sedangkan jalan lahir masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik di dalam rahim.
5.    Missed Abortion
Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus terlah meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih dalam kandungan.
6.    Abortus Habitualis
Abortus yang terjadi sebanyak tiga kali berturut turut atau lebih.

C.    Pandangan dan Tinjauan Hukum Islam Mengenai Abortus, Menstrual Regulation, dan Eugenetika.

1.    Pandangan Islam terhadap Abortus dan Menstrual Regulation.

Para Fuqaha telah sepakat mengatakan bahwa pengguguran kandungan (aborsi) sesudah ditiupkan roh (setelah 4 bulan kahamilan) adalah haram, tidak boleh dilakukan karena perbuatan tersebut merupakan kejahatan terhadap nyawa.
Sedangan pengguguran kandungan sebelum ditiupkan roh pada janin yaitu sebelum berumur 4 bulan, para Fuqaha berbeda pendapat tentang boleh atau tidaknya melakukan penguguran tersebut.
Muhammad Ramli dalam kitabnya Al-Nihayah tidak boleh aborsi sebelum janin berumur 4 bulan, dengan alasan karena belum ada mahkluk yang bernyawa. Abu Hanifah memenadang dalam usia tersebut janin masih sedang mengalami pertumbuhan.
Sedangkan  Ibnu Hajar dalam kitabnya Alhfah, Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulum al-Din, Syekh Syaltut dalam kitabnya al-Fatawa, mereka mengharamkan pengguguran kandungan sebelum ditiupkan roh, karena sesungguhnya janin pada saat itu sudah ada kehidupan yang patut dihormati, yaitu dalam hidup pertumbuhan dan persiapan  pengguguran kandungan pada masa perkembangan kandungan, mereka jinayah makim meningkat perkembangan kandungan,makin meningkat pula jinayahnya dan yang paling besar jinayahnya adalah sesudah lahir kandungan dalam keadaan hidup.

     Firman allah Swt dalam surat al-a’raaf:172.
                         •      
172. Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",

Apabila abortus dilakukan sebelum diberi ruh/nyawa pada janin (embrio), yaitu sebelum berumur 4 bulan, ada beberapa pendapat. Ada ulama yang membolehkan abortus, antara lain Muhammad Ramli dalam kitab Al-Nihayah dengan alasan, karena belum ada makhluk yang bernyawa. Ada ulama yang memandangnya makruh, dengan alasan karena janin sedang mengalami pertumbuhan. Dan ada pula yang mengharamkannya antara lain Inbu Hajar dalam kitabnya Al-Tuhfah dan Al-Gozali dalam kitabnya, Ihya Ulumuddin. Apabila abortus dilakukan sesudah janin bernyawa atau berumur 4 bulan, maka dikalangan ulama telah ada ijma (konsensus) tentang haramnya abortus.
Tetapi apabila pengguguran itu dilakukan benar-benar terpaksa demi melindungi /menyelamatkan si ibu, maka Islam membolehkan, bahkan mengharuskan, kerena Islam mempunyai prinsip:
“Menempuh salah satu tindakan yang lebih ringan dari dua hal yang berbahaya itu adalah wajib”.
Mengenai menstrual regulation, Islam juga melarangnya, karena pada hakikatnya sama dengan abortus, merusak/menghancurkan janin calon manusia yang dimuliakan oleh Allah, karena ia tetap berhak survive lahir dalam keadaan hidup, sekalipun dalam eksistensinya hasil dari hubungan tidak sah (di luar perkawinan yang sah). Sesuai dengan hadis Nabi:
“Semua anak yang dilahirkan atas fitrah sehingga dia jelas agamanya, kemudian orang tuanya lah yang menjadikan anak itu Yahudi, Nasrani dan Majusi”.(H.R Abu Ya’la, Al-Thabrani, dan Al-Baihaqi dari Al- Aswad bin Sari’)”.
Yang dimaksud dengan fitrah dalam hadis ini yaitu:
a.    Dasar pembawaan manusia yang religius dan monoteis, artinya bahwa manusia itu dari dasar pembawaannya adalah makhluk yang beragama dan percaya pada keesaan Allah secara murni.
b.    Kesucian/kebersihan (purity), artinya behwa semua anak manusia di lahirkan dalam keadaan suci/bersih dalah segala macam dosa.

2.    Pandangan Islam Terhadap Eugenetika.

Eugenetika bertujuan agar janin yang dikandung oleh ibu dapat lahir sebagai bayi yang normal dan sehat fisik, mental, dan intelektual. Sebagai konsekuensinya, apabila janin diketahui dari hasil pemeriksaan medis yang canggih menderita cacat atau atau penyakit yang sangat berat, misalnya down syndrome, maka digugurkan janin terebut dengan alasan hidup anak yang ber-IQ sangat rendah itu tidak ada artinya dan menderita sepanjang hidupnya, dan juga menjadi beban keluarga dan masyarakat. Jelas tindakan tersebut sangat tidak manusiawi dan perbuatan kriminal. Sebab bertentangan dengan norma agama, norma Pancasila, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku (KUHP dan UU No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan). Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam QS. Al-Najm ayat 38 :
       
38. (yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain,

Ansuransi dan Pegadaian Syariah

Ansuransi dan Pegadaian Syariah


A.    DEFINISI ASURANSI DAN PEGADAIAN SYARIAH

1.    Pengertian Asuransi Syariah.

Asuransi dalam Undang-Undang No.2 Th 1992 tentang usaha perasuransian adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum pihak ke tiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Sedangkan asuransi syariah didefinisikan sebagai alat untuk menanggulangi risiko (nasabah) dengan cara menanggung bersama kerugian yang mungkin terjadi dengan pihak lain (perusahaan asuransi) .
Asuransi syari'ah disebut juga dengan asuransi ta'awun yang artinya tolong menolong atau saling membantu . Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa Asuransi ta'awun prinsip dasarnya adalah dasar syariat yang saling toleran terhadap sesama manusia untuk menjalin kebersamaan dalam meringankan bencana yang dialami peserta. Prinsip ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al Maidah ayat 2, yang artinya :
"Dan saling tolong menolonglah dalam kebaikan dan ketaqwaan dan jangan saling tolong menolong dalam dosa dan permusuhan"
Di sisi lain, asuransi jiwa syariah dan asuransi jiwa konvensional mempunyai tujuan yang sama yaitu pengelolaan atau penanggulangan risiko. Perbedaan mendasar antara keduanya adalah cara pengelolaannya pengelolaan risiko asuransi konvensional berupa transfer risiko dari para peserta kepada perusahaan asuransi (risk transfer) sedangkan asuransi jiwa syariah menganut azas tolong menolong. Pada asuransi syariah, premi yang dibayarkan dibagi menjadi dua bagian yang jelas porsinya, yaitu tabungan dan derma. Bagian tabungan ini akan tetap menjadi milik peserta dan pada akhirnya akan dikembalikan pada peserta. Sedangkan bagian derma dari awal perserikatan sudah diikrarkan untuk tujuan itu. Selain perbedaan cara pengelolaan risiko, ada perbedaan cara mengelola unsur tabungan produk asuransi. Pengelolaan dana pada asuransi jiwa syariah menganut investasi syariah dan terbebas dari unsur ribawi.

2.    Pengertian Pengadaian Syariah.

Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak. Barang bergerak tersebut diserahkan kepada orang yang berpiutang oleh seorang yang mempunyai utang atau oleh orang lain atas nama orang yang mempunyai utang.
Gadai dalam fiqh diebut Rahn, yang menurut bahasa adalah tetap, kekal, dan jaminan. Menurut beberapa mazhab, Rahn berarti perjanjian penyerahan harta oleh pemiliknya dijadikan sebagai pembayar hak piutang tersebut, baik seluruhnya maupun sebagian. Penyerahan jaminan tersebut tidak haus bersifat actual (berwujud), namun yang terlebih penting penyerahan itu bersifat legal misalnya berupa penyerahan sertifikat atau surat bukti kepemilikan yang sah suatu harta jaminan. Menurut mahab Syafi’i dan Hambali, harta yang dijadikan jaminan tersebut tidak termasuk manfaatnya.
Gadai syariah adalah produk jasa berupa pemberian  pinjaman menggunakan  sistem gadai dengan berlandaskan pada prinsip-prinsip syariat Islam, yaitu antara lain tidak menentukan tarif jasa dari besarnya uang pinjaman.
Dalam hukum perdata, hak gadai hanya berlaku pada benda bergerak; sedangkan dalam hukum Islam, rahn berlaku pada seluruh harta, baik harta yang bergerak maupun yang tidak bergerak.
Perusahaan Umum Pengadaian dalah satu-satunya badan usaha di Indonesia yang secara resmi mempunyai izin untuk melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa pembiayaan dalam bentuk penyaluran  dana ke masyarakat  atas dasar hukum gadai seperti dimaksud dalm Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1150 di atas. Tugas pokoknya adalah memberikan pinjaman kepada masyarakat atas dasar hukum gadai agar masyarakat tidak dirugikan oleh kegiatan lembaga keuangan informal yang cenderung memanfaatkan kebutuhan dana mendesak dari masyarakat.

B.    PRINSIP OPERASIONALISASI ASURNSI DAN PENGADAIAN SYARIAH

1.    Prinsip Operasionalisasi Asuransi Syariah

Sembilan prinsip yang menjadi karakteristik operasional  ansuransi syariah, yakni :
a.    Ansuransi syariah menerapkan konsep saling menanggung dan tanggung jawab bersama. “takaful” artinya saling menjamin diantara anggota kelompok.
b.    Akad ansuransi syariah bukan merupakan kontrak jual beli dimana satu pihak menawarkan dan pihak lain bersedia membeli layanan dengan harga tertentu.
c.    Akad ansuransi syariah merupakan kesepakatan sekelompok orang untuk menjamin atau melindungi diri mereka terhadap kemalangan atau kesusahan, yang disepakati jenisnya, melalui pengumpulan dana bersama.
d.    Dalam hal ini salah satu anggota anggota menderita kerugian karena kemalangan atau bencana. Anggota tersebut akan menerima sejumlah uang dari dana bersama sesuai ketentuan kesepakatan. Kerugian tersebut bukanlah pemindahan tanggung jawab kepihak lain atau pihak perantara, sebagaimana dipraktekkan dalam asuransi konvensional.
e.    Dalam akad asuransi syariah para peserta adalah tertanggung sekaligus penanggung. Setiap peserta harus membayar sejumlah kontribusi kedalam dana bersama yang disebut “dana takaful”. Besarnya kontribusi harus sesuai dengan tingkat resiko, yang dapat dihitung menggunakan prinsip-prinsip ilmiah dan modern dibidang aktuaria.
f.    Untuk menghilangkan unsur berjudi, setiap peserta harus bersedia menyisihkan dana sumbangan (tabarru) sesuai dengan biaya resiko. Dengan demikian santunan yang diberikan kepada para peserta yang mengalami kemalangan atau musibah berasal dari dana sumbangan.
g.    Para peserta asuransi syariah berhak mendapatkan surplus dana (setelah pembayaran klaim, reasuransi, cadangan teknis dan biaya), sesuai sistem pembagian yang disepakati. Sebaliknya, bila terjadi kekurangan dana, para peserta juga secara kolektif bertanggung jawab menutupnya sesuai dengan proporsi masing-masing.
h.    Peran perusahaan asuransi dalam asuransi syariah adalah sebagai penglola dana takaful bagi peerta yang ditunjuk melalui kontrak perwakilan (wakalah). Sebagai pengelola dana, perusahaan asuransi mendapatkan imbalan dalam bentuk fee, yaitu : manajemen fee, performance fee (laba investasi + surplus underwriting).
i.    Dalam hal terjadi defisit, demi praktisnya, perusahaan asuransi syariah berkewajiban meminjakan modalnya untuk menutup kekurangan, tanpa bunga. Pinjaman tersebut akan ditutup oleh surplus dimasa mendatang. Besarnya modal yang dimiliki perusahaan asuransi menentukan kapasitas underwriting dari dana takaful .

2.    Prinsip Operasionalisasi Pegadaian syariah

Implementasi operasi syariah hampir bermiripan dengan pegadaian konvensional. Seperti halnya pegadaian konvensional, pengadaian syariah juga menyalurkan uang pinjaman dengan jaminan barang bergerak. Prosedur untuk memperoleh kredit gadai syariah sangat sederhana, masyarakat hanya menunjukkan bukti identitas diri dan barang bergerak sebagai jaminan, uang pinjaman dapat diperoleh dalam waktu yang tidak relatif lama (kurang lebih 15 menit saja). Begitupun untuk melunasi pinjaman, nasabah cukup dengan menyerahkan sejumlah uang dan surat bukti rahn (gadai) saja dengan waktu proses yang juga singkat.
Disamping kemiripan dari beberapa segi, jika ditinjau dari aspek landasan konsep; teknik transaksi; dan pendanaan, salah satu pembedanya adalah pembiayaan kegiatan dan pendanaan bagi nasabah, harus diperoleh dari sumber yang benar-benar terbebas dari unsur riba. Dalam hal ini, seluruh kegiatan pegadaian syariah termasuk dana yang kemudian disalurkan kepada nasabah murni berasal dari modal sendiri ditambah dana pihak ketiga dari sumber yang dapat dipertanggung jawabkan.

C.    PANDANGAN HUKUM ISLAM TENTANG ASURANSI DAN PEGADAIAN SYARIAH.

1.    Pandangan Hukum Islam Mengenai Asuransi.

a.    Pendapat pertama : Mengharamkan
Asuransi itu haram dalam segala macam bentuknya, temasuk asuransi jiwa Pendapat ini dikemukakan oleh Sayyid Sabiq, Abdullah al-Qalqii (mufti Yordania), Yusuf Qardhawi dan Muhammad Bakhil al-Muth’i (mufti Mesir”). Alasan-alasan yang mereka kemukakan ialah:
1)    Asuransi sama dengan judi
2)    Asuransi mengandung ungur-unsur tidak pasti
3)    Asuransi mengandung unsur riba/renten
4)    Asuransi mengandung unsur pemerasan, karena pemegang polis, apabila tidak bisa melanjutkan pembayaran preminya, akan hilang premi yang sudah dibayar atau di kurangi
5)    Premi-premi yang sudah dibayar akan diputar dalam praktek-praktek riba
6)    Asuransi termasuk jual beli atau tukar menukar mata uang tidak tunai
7)    Hidup dan mati manusia dijadikan objek bisnis, dan sama halnya dengan mendahului takdir Allah

b.    Pendapat Kedua : Membolehkan.

Pendapat kedua ini dikemukakan oleh Abd. Wahab Khalaf, Mustafa Akhmad Zarqa (guru besar Hukum Islam pada fakultas Syari’ah Universitas Syria), Muhammad Yusuf Musa (guru besar Hukum Isalm pada Universitas Cairo Mesir), dan Abd. Rakhman Isa (pengarang kitab al-Muamallha al-Haditsah wa Ahkamuha). Mereka beralasan:
1)    Tidak ada nash (al-Qur’an dan Sunnah) yang melarang asuransi
2)    Ada kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak
3)    Saling menguntungkan kedua belah pihak
4)    Asuransi dapat menanggulangi kepentingan umum, sebab premi-premi yang terkumpul dapat di investasikan untuk proyek-proyek yang produktif dan pembangunan
5)    Asuransi termasuk akad mudhrabah (bagi hasil)
6)    Asuransi termasuk koperasi (Syirkah Ta’awuniyah)
7)    Asuransi di analogikan (qiyaskan) dengan sistem pensiun seperti taspen.

c.    Pendapat Ketiga : Asuransi sosial boleh dan komersial haram.

Pendapat ketiga ini dianut antara lain oleh Muhammad Abdu Zahrah (guru besar Hukum Islam pada Universitas Cairo). Alasan kelompok ketiga ini sama dengan kelompok pertama dalam asuransi yang bersifat komersial (haram) dan sama pula dengan alasan kelompok kedua, dalam asuransi yang bersifat sosial (boleh). Alasan golongan yang mengatakan asuransi syubhat adalah karena tidak ada dalil yang tegas haram atau tidak haramnya asuransi itu. Asuransi Syariah a. Prinsip Asuransi Syariah Suatu asuransi diperbolehkan secara syar’i, jika tidak menyimpang dari prinsip-prinsip dan aturan-aturan syariat Islam. Untuk itu dalam muamalah tersebut harus memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1)    Asuransi syariah harus dibangun atas dasar taawun (kerja sama ), tolong menolong, saling menjamin, tidak berorentasi bisnis atau keuntungan materi semata. Allah SWT berfirman,” Dan saling tolong menolonglah dalam kebaikan dan ketaqwaan dan jangan saling tolong menolong dalam dosa dan permusuhan.”
2)    Asuransi syariat tidak bersifat mu’awadhoh, tetapi tabarru’ atau mudhorobah.
3)    Sumbangan (tabarru’) sama dengan hibah (pemberian), oleh karena itu haram hukumnya ditarik kembali. Kalau terjadi peristiwa, maka diselesaikan menurut syariat.
4)    Setiap anggota yang menyetor uangnya menurut jumlah yang telah ditentukan, harus disertai dengan niat membantu demi menegakan prinsip ukhuwah. Kemudian dari uang yang terkumpul itu diambilah sejumlah uang guna membantu orang yang sangat memerlukan.
5)    Tidak dibenarkan seseorang menyetorkan sejumlah kecil uangnya dengan tujuan supaya ia mendapat imbalan yang berlipat bila terkena suatu musibah. Akan tetepi ia diberi uang jamaah sebagai ganti atas kerugian itu menurut izin yang diberikan oleh jamaah.
6)    Apabila uang itu akan dikembangkan, maka harus dijalankan menurut aturan syar’i.

2.    Pandangan Hukum Islam Mengenai Pegadaian.

Gadai secara hukumnya diperbolehkan asalkan tidak terkandung praktek ribawi. Sebagaimana dijelaskan dalam Firman Allah SWT dalam Q.S. An-Nissa: 29
                    •       
29. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
Q.S. Al-Baqarah: 283 :
         •                              
283. Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang[180] (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) Menyembunyikan persaksian. dan Barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Dari Aisyah r.a., Nabi SAW bersabda :
“Sesungguhnya Rasulullah SAW pernah membeli makanan seorang Yahudi dan Nabi menggadaikan sebuah baju besi kepadanya.” (H.R. Bukhri dan Muslim)
Dalam gadai secara syariah, tidak ada pembungaan uang pinjaman, melainkan biaya penitipan barang. Ketika  seseorang menggadaikan mobilnya, maka ia berkewajiban untuk membayar biaya penitipan mobil tersebut. Dan biaya seperti itu wajar terjadi. Maka ketika seseorang menggadaikan mobil, ia pun pada hakikatnya harus membayar biaya penitipan mobil itu. Biaya penitipan itulah menjadi keuntungan bagi pihak yang memberi pinjaman hutang. Perbedaan utama antara gadai syariah dengan gadai yang haram adalah dalam hal pengenaan bunga. Pengadaan syariah bebas dari bunga, yang ada hanyalah biaya penitipan barang.

Bank Syariah dan Bank Konvensional

“Bank Syariah dan Bank Konvensional”


A.    Bank Syariah

1.    Pengertian.

Perbankan syariah atau perbankan Islam (Arab: المصرفية الإسلامية al-Mashrafiyah al-Islamiyah) adalah suatu sistem perbankan yang pelaksanaannya berdasarkan hukum Islam (syariah) . Pembentukan sistem ini berdasarkan adanya larangan dalam agama Islam untuk meminjamkan atau memungut pinjaman dengan mengenakan bunga pinjaman (riba), serta larangan untuk berinvestasi pada usaha-usaha berkategori terlarang (haram). Sistem perbankan konvensional tidak dapat menjamin absennya hal-hal tersebut dalam investasinya, misalnya dalam usaha yang berkaitan dengan produksi makanan atau minuman haram, usaha media atau hiburan yang tidak Islami, dan lain-lain.

2.    Prinsip Operasional Bank Syariah.

Perbankan syariah memiliki tujuan yang sama seperti perbankan konvensional, yaitu agar lembaga perbankan dapat menghasilkan keuntungan dengan cara meminjamkan modal, menyimpan dana, membiayai kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai. Meskipun UU No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah telah dikeluarkan, namun Indonesia masih menganut dual banking system ( dua system perbankan ). Dua system perbankan itu adalah bank umum dan bank berdasarkan bagi hasil ( yang secara impisit mengakui system perbankan berdasarkan prinsip Islam ). Praktik perbankan syariah tidak diperkenankan dilakukan bersama-sama dalam satu kantor yang berpraktik konvesional. Bank konvensional boleh membuka cabang syariah dengan prsyaratan yang cukup ketat, yaitu adanya pemisahan pembukuan,pemisahan modal,pemisahan pegawai,dan pemisahan keragaan ruangan.
Adapun prinsip hukum Islam melarang unsur-unsur di bawah ini dalam transaksi-transaksi perbankan tersebut, yakni :
•    Perniagaan atas barang-barang yang haram,
•    Bunga (riba),
•    Perjudian dan spekulasi yang disengaja (maisir), serta
•    Ketidakjelasan dan manipulatif (gharar).
Sedangkan unsur-unsur yang dibangun oleh bank syariah adalah sebagai berikut :
•    Melakukan hanya investasi yang halal menurut hukum Islam
•    Memakai prinsip bagi hasil, jual-beli, dan sewa
•    Berorientasi keuntungan dan falah (kebahagiaan dunia dan akhirat sesuai ajaran Islam)
•    Hubungan dengan nasabah dalam bentuk kemitraan.

a.    Titipan atau simpanan
Al-Wadi'ah (jasa penitipan), adalah jasa penitipan dana dimana penitip dapat mengambil dana tersebut sewaktu-waktu. Al-wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak kepihak lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja sipenitip menghendaki. Secara umum terdapat 2 jenis al-wadiah, yaitu :
1)    Wadiah Yad Al-Amanah (Trustee Depository)
Yaitu akad penitipan barang atau uang dimana pihak penerima titipan tidak diperkenankan menggunakan barang atau uang yang dititipkan dan tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan barang titipan yang bukan diakibatkan perbuatan atau kelalaian penerima titipan. Adapun aplikasinya dalam perbankan syariah berupa produk safe deposit box.
2)    Wadiah Yad Adh –Dhamanah (Guarantee Depository)
Adalah akad penitipan barang atau uang dimana pihak penerima titipan dengan atau tanpa izin pemilik barang atau uang dapat memanfaatkan barang atau uang tersebut  dan harus bertangggung jawab terhadap kehilangan atau kerusakan barang/uang titipan. Prinsip ini diaplikasikan dalam bentuk giro dan tabungan.

b.    Bagi hasil.
Adalah suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha untuk penyeia dana dan dengan pengelolaan dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah :
1)    Al-Musyarakah (Joint Venture), konsep ini diterapkan pada model partnership atau joint venture. Keuntungan yang diraih akan dibagi dalam rasio yang disepakati sementara kerugian akan dibagi berdasarkan rasio ekuitas yang dimiliki masing-masing pihak. Perbedaan mendasar dengan mudharabah ialah dalam konsep ini ada campur tangan pengelolaan manajemennya sedangkan mudharabah tidak ada campur tangan.
2)    Al-Mudharabah, adalah perjanjian antara penyedia modal dengan pengusaha. Setiap keuntungan yang diraih akan dibagi menurut rasio tertentu yang disepakati. Resiko kerugian ditanggung penuh oleh pihak Bank kecuali kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan pengelolaan, kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan.

c.    Jual beli.
Merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli, dimana bank akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai agen bank melakukan pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual barang tersebut degan nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan. Impilikasinya berupa :
1)    Bai' Al-Murabahah, adalah penyaluran dana dalam bentuk jual beli. Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan pengguna jasa kemudian menjualnya kembali ke pengguna jasa dengan harga yang dinaikkan sesuai margin keuntungan yang ditetapkan bank, dan pengguna jasa dapat mengangsur barang tersebut. Besarnya angsuran flat sesuai akad diawal dan besarnya angsuran=harga pokok ditambah margin yang disepakati. Contoh: harga rumah 500 juta, margin bank/keuntungan bank 100 jt, maka yang dibayar nasabah peminjam ialah 600 juta dan diangsur selama waktu yang disepakati diawal antara Bank dan Nasabah.
2)    Bai' As-Salam, Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan di kemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka. Barang yang dibeli harus diukur dan ditimbang secara jelas dan spesifik, dan penetapan harga beli berdasarkan keridhaan yang utuh antara kedua belah pihak. Contoh: Pembiayaan bagi petani dalam jangka waktu yang pendek (2-6 bulan). Karena barang yang dibeli (misalnya padi, jagung, cabai) tidak dimaksudkan sebagai inventori, maka bank melakukan akad bai' as-salam kepada pembeli kedua (misalnya Bulog, pedagang pasar induk, grosir). Contoh lain misalnya pada produk garmen, yaitu antara penjual, bank, dan rekanan yang direkomendasikan penjual.
3)    Bai' Al-Istishna', merupakan bentuk As-Salam khusus di mana harga barang bisa dibayar saat kontrak, dibayar secara angsuran, atau dibayar di kemudian hari. Bank mengikat masing-masing kepada pembeli dan penjual secara terpisah, tidak seperti As-Salam di mana semua pihak diikat secara bersama sejak semula. Dengan demikian, bank sebagai pihak yang mengadakan barang bertanggung-jawab kepada nasabah atas kesalahan pelaksanaan pekerjaan dan jaminan yang timbul dari transaksi tersebut.
d.    Sewa.
Adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan hak kepemilikan atas barang itu sendiri. Sewa (al-ijarah) terbagi menjadi dua jenis yaitu ijarah sewa murni dan ijarah al mumtahiya bit tamlik merupakan penggabungan sewa dan beli, dimana sipenyewa mempunyai hak untuk memiliki barang pada akhir masa sewa.
e.    Al-wakalah, dimana nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti tranfer.
f.    Al-kafalah, yaitu jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi pihak kedua atau yang ditanggung.
g.    Al-hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya.
h.    Ar-rahn, yaitu menahan salah satu harta milik sipeminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya . barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian hutangnya.
i.    Al-Qadh, yaitu pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan.

B.    Bank Konvensional.

Dalam bank konvensional terfapat kegiatan yang dilarang oleh syariat islam. Seperti menerima dan membayar bunga (riba), membiayai kegiatan produksi barang-barang yang diharamkan. Selain itu, bnk konvensional juga menggunakan konsep biaya (cost concept) untuk menghitung keuntungan. Artinya bunga yang dijanjikan dimuka kepada nasabah penabung merupakan ongkos atau biaya yang harus di bayar oleh bank.
Maka bank harus ‘menjual’ kepada nasabah lain (peminjam) dengan biaya pengguna yang lebih tinggi. Perbedaan diantara keduanya disebut spread yang menandakan apakah perusahaan tersebut untung atau rugi. Bila spread nya positif, dimana beban bunga yang dibebankan kepada peminjam lebih tinggi dari pada beban bunga yang dibebankan kepada penabung, maka dapat dikatakan bahwa bank mendapatkan keuntungan, dan sebaliknya.



C.    Kedudukan Bunga Bank dalam Islam.


               
278. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa Riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.

Jabir bin Abdullah Ra. berkata : "Rasulullah Saw melaknat pemakan riba dan yang memberi makan riba, juga saksi dan penulisnya". HR. Muslim, Ahmad, Abu Daud dan Attirmidzi.

Dilarangnya riba dengan sangat tegas dan keras dalam ajaran Islam telah membawa banyak pertanyaan tentang bagaimana kedudukan bunga bank yang berlaku sekarang ini. Sehingga tidak mengherankan kemudian muncul berbagai pendapat yang cukup beragam di kalangan para fuqaha maupun masyarakat umum yang mencoba memberikan fatwanya. Secara umum pendapat tersebut dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yaitu pendapat pertama yang dengan tegas menyatakan bahwa bunga bank sama dengan riba sehingga hukumnya haram. Pendapat kedua yang menyatakan bahwa bunga bank tidak sama dengan riba sehingga hukumnya halal dengan berbagai argumennya. Sedangkan pendapat ketiga mengambil jalan tengah dengan mengatakan bahwa selama bunga tersebut rendah dan tidak memberatkan salah satu pihak maka hukumnya halal dan apabila bunga tersebut sudah tinggi dan sangat memberatkan maka hukumnya haram.

Analisis yang jernih dan objektif terhadap berbagai nash dari Al-Qur'an dan Sunnah serta mekanisme kerja bank dan sistem bunganya, sebenarnya akan mengantarkan kita kepada suatu pemahaman yang jelas untuk dapat menarik kesimpulan tentang kedudukan bunga bank dalam syariat Islam. Mempelajari berbagai bentuk riba yang telah dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya pada masa lalu ternyata memiliki esensi yang sama (walau dengan bentuk berbeda) dengan sistem bunga yang sedang berjalan pada masa kini diberbagai lembaga yang disebut bank. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bunga bank sama dengan riba dan itu sangat dilarang dalam Islam. Besar atau kecil, yang haram tetaplah haram.

Akibat yang ditimbulkan oleh sistem bunga pada saat ini sepertinya tidak terlalu jauh berbeda dengan akibat yang ditimbulkan oleh sistem riba di jaman dulu, bahkan pada sisi-sisi tertentu ternyata jauh lebih menghancurkan sendi-sendi kemanusiaan suatu bangsa. Ambil contoh eksploitasi negara-negara sedang berkembang oleh negera-negara maju melalui pinjaman modal dengan menggunakan sistem bunga. Akibatnya, pembangunan yang dilakukan dengan susah payah, hasilnya hanya dinikmati oleh negara-negara maju melalui pembayaran bunga pinjaman yang sudah sangat membengkak. Inilah suatu kezaliman yang sangat zalim.

Mengamati kondisi ini sudah sangat perlu dan merupakan keharusan untuk membentuk suatu sistem baru di bidang perbankan khususnya dan perekonomian pada umumnya yang bebas bunga dengan bersendikan pada keadilan, kemanusiaan, pemerataan kekayaan, dan persaingan yang sehat. Ajaran Islam sebenarnya telah memberikan landasan-landasan yang kokoh tentang sistem perekonomian yang bercirikan dan mempunyai karakter tersebut di atas. Salah satu alternatif yang ditawarkan adalah bentuk lembaga keuangan yang disebut bank Islam.
Beberapa Pandangan Tentang Bunga Bank
Menurut Hosen dan Hasan Ali (PKES, 2008:12) beberapa alasan mengapa bunga menjadi dilarang dalam Islam, diantaranya adalah:

•    Bunga (interest) sebagai biaya produksi yang telah ditetapkan sebelumnya cenderung menghalangi terjadinya lapangan kerja penuh (full employment) (MA Khan, 1986: Ahmad, 1952: Mannan, 1986)
•    Krisis-krisis moneter internasional terutama disebabkan oleh institusi yang memberlakukan bunga (MA. Khan, 1986)
•    Siklus-siklus bisnis dalam kadar tertentu dinisbahkan kepada fenomena bunga (Ahmad, 1952: Su’ud, 1980)
•    Teori ekonomi modern yang berbasis bunga ini belum mampu memberikan justifikasi terhadap eksistensi bunga (Khan dan Mirakhor, 1992). Pandangan Islam tentang Riba & Bunga Bank

Majelis ulama Indonesia (MUI), mengeluarkan fatwa tentang bunga bank (interest/fai’dah), yaitu;
•    Bunga (interest/fa’idah) adalah tambahan yang dikenakan dalam transaksi pinjaman uang (al qaradh) yang diperhitungkan dari pokok pinjaman tanpa mempertimbangkan pemanfaatan/hasil pokok tersebut, berdasarkan tempo waktu, diperhitungkan secara pasti di muka, dan pada umumnya berdasarkan persentase.
•    Riba adalah tambahan (ziyadah) tanpa imbalan yang terjadi karena penagguhan dalam pembayaran yang diperjanjikan sebelumnya
•    Praktek pembangunan haram hukumnya, baik yang dilakukan oleh bank, asuransi, pasar modal, pengadaian, koperasi dan lembaga keuangan lainnnya maupun dilakukan oleh individu.

D.    Pola Operasi bank Syariah.

Pada sistem operasi bank syariah pemilik dana menanamkan uangnya di bank tidak dengan motif mendapatkan bunga, tetapi dalam rangka mendpatkan keuntungan bagi hasil. Dana nasabah tersebut kemudian disalurkan kepada mereka yang membutuhkan (misalnya,modal usaha) dengan perjanjian pembagian keuntungan sesuai kesepakatan. Sistem operasi tersebut meliputi :

1. Sistem Penghimpunan Dana

Metode penghimpunan dana yang ada pada bank-bank konvensional didasari teori yang diungkapkan Keynes yang mengemukakan bahwa orang membutuhkan uang untuk tiga kegunaan, yaitu fungsi transaksi, cadangan dan investasi. Teori tersebut menyebabkan produk penghimpunan dana disesuaikan dengan tiga fungsi tersebut, yaitu berupa giro, tabungan dan deposito.
Berbeda halnya dengan hal tersebut, bank syariah tidak melakukan pendekatan tunggal dalam menyediakan produk penghimpunan dana bagi nasabahnya. Pada dasarnya, dilihat dari sumbernya, dana bank syariah terdiri atas:
a.    Modal
Modal adalah dana yang diserahkan oleh para pemilik (owner). Dana modal dapat digunakan untuk pembelian gedung, tanah, perlengkapan, dan sebagainya yang secara tidak langsung menghasilkan (fixed asset/non earning asset). Selain itu, modal juga dapat digunakan untuk hal-hal yang produktif, yaitu disalurkan menjadi pembiayaan. Pembiayaan yang berasal dari modal, hasilnya tentu saja bagi pemilik modal, tidak dibagikan kepada pemilik dana lainnya.

b.    Titipan (Wadi’ah)
Salah satu prinsip yang digunakan bank syariah dalam memobilisasi dana adalah dengan menggunakan prinsip titipan. Akad yang sesuai dengan prinsip ini ialah al-wadi’ah.
Dalam prinsip ini, bank menerima titipan dari nasabah dan bertanggung jawab penuh atas titipan tersebut. Nasabah sebagai penitip berhak untuk mengambil setiap saat, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

c.    Investasi (Mudharabah)
Akad yang sesuai dengan prinsip investasi adalah mudharabah yang mempunyai tujuan kerjasama antara pemilik dana (shahibul maal) dengan pengelola dana (mudharib), dalam hal ini adalah bank. Pemilik dana sebagai deposan di bank syariah berperan sebagai investor murni yang menanggung aspek sharing risk dan return dari bank. Deposan, dengan demikian bukanlah lender atau kreditor bagi bank seperti halnya pada bank konvensional.

2. Sistem Penyaluran Dana (Financing)

Produk penyaluran dana di bank syariah dapat dikembangkan dengan tiga model, yaitu:
a.    Transaksi pembiayaan.
Ditujukan untuk memiliki barang dilakukan dengan prinsip jual beli.Prinsip jual beli ini dikembangkan menjadi bentuk pembiayaan pembiayaan murabahah, salam dan istishna’.
b.    Transaksi pembiayaan.
Ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan dengan prinsip sewa (Ijarah). Transaksi ijarah dilandasi adanya pemindahan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama dengan prinsip jual beli, namun perbedaannya terletak pada obyek transaksinya. Bila pada jual beli obyek transaksinya adalah barang, maka pada ijarah obyek transaksinya jasa.
c.    Transaksi pembiayaan.
Ditujukan untuk usaha kerjasama yang ditujukan guna mendapatkan sekaligus barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil. Prinsip bagi hasil untuk produk pembiayaan di bank syariah dioperasionalkan dengan pola-pola musyarakah dan mudharabah. Jasa Layanan Perbankan, yang dioperasionalkan dengan pola hiwalah, rahn, al-qardh, wakalah, dan kafalah.

Thursday, June 28, 2012

Risywah (Suap), Ghulul (Korupsi), dan Pemberian Hadiah pada Pejabat.

BAB I
PENDAHULUAN.


A.    Latar Belakang.

Lebih dari sepuluh tahun Reformasi, bangsa ini belum mampu tuntas memerangi KKN. Bahkan disinyalir semakin hari, penyakit yang merongrong negeri ini kian tumbuh varian-varian serta model baru. Publik pasti terus mendengar kasus korupsi yang menjerat pejabat publik negeri ini. Belum tuntas satu kasus yang menerpa satu pejabat, muncul kasus lain, muncul "gaya" baru dalam kasus tersebut.
Tak hanya korupsi, suap pun disinyalir terus bermetamorfosis dengan sebutan-sebutan anyar. Apakah itu uang hibah, hadiah, bahkan uang persahabatan. Di Indonesia, korupsi dan suap agaknya telah menjadi persoalan yang amat kronis. Ibarat penyakit, korupsi dikatakan telah menyebar luas ke seluruh negeri dengan jumlah yang dari tahun ke tahun cenderung semakin meningkat. Hasil riset yang dilakukan oleh berbagai lembaga, juga menunjukkan bahwa tingkat korupsi di negeri yang penduduknya mayoritas muslim ini termasuk yang paling tinggi di dunia.
Oleh karena itu penulis tertarik membahas tentang korupsi dan variansinya dalam kehidupan masa kini. Untuk menambah wawasan kita mengenai korusi, suap, dan pemberian hadiah serta bagaimana pandangan islam dalam mengkaji hal tersebut.

B.    Batasan Masalah.
Dalam makalah ini penulis hanya akan membahas mengenai :
1.    Pengertian Risywah (Suap), Ghulul (Korupsi), dan Pemberian Hadiah pada Pejabat
2.    Pandangan Islam mengenai Risywah (Suap) dan  Ghulul (Korupsi).
3.    Pandangan Islam mengenai Pemberian Hadiah pada Pejabat.

C.    Tujuan.
Makalah ini bertujuan untuk  memenuhi tugas individu mengenai Risywah (Suap), Ghulul (Korupsi), dan Pemberian Hadiah pada Pejabat, serta menambah wawasan kita sebagai mahasiswa tentang hal tersebut dan bagaimana pandangan islam memandangnya.




BAB.II
PEMBAHASAN
Risywah (Suap), Ghulul (Korupsi), dan Pemberian Hadiah pada Pejabat.

A.    Pengertian.
1.    Definisi Risywah (Suap).
Risywah menurut bahasa berarti: “pemberian yang diberikan seseorang kepada hakim atau lainnya untuk memenangkan perkaranya dengan cara yang tidak dibenarkan atau untuk mendapatkan sesuatu yang sesuai dengan kehendaknya. Sedangkan menurut istilah risywah berarti: “pemberian yang bertujuan membatalkan yang benar atau untuk menguatkan dan memenangkan yang salah.
Berdasarkan definisi di atas, bisa disimpulkan bahwa suatu tindakan dinamakan risywah jika memenuhi unsur-unsur berikut :
a.    Adanya athiyyah (pemberian)
b.    Ada niat Istimalah (menarik simpati orang lain)
c.    Bertujuan :
1)    Ibtholul haq (membatalkan yang haq)
2)    Ihqaqul bathil (merealisasikan kebathilan)
3)    al mahsubiyah bighoiri haq (mencari keberpihakan yang tidak dibenarkan)
4)    al hushul alal manafi’ (mendapatkan kepentingan yang bukan menjadi haknya)
5)    al hukmu lahu (memenangkan perkaranya)


2.    Pengertian Ghulul (Korupsi).
Ghulul atau korupsi adalah sebuah kata yang mempunyai banyak arti. Arti kata korupsi secara harfiah ialah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah.
Sedangkan korupsi dalam Undang-Undang RI No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, bahwa yang dimaksud dengan korupsi adalah usaha memperkaya diri atau orang lain atau suatu korporasi dengan cara melawan hukum yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

3.    Pengertian Hadiah.
Hadiah dalam kamus artinya pemberian yang bisa bermaksud kenang-kenangan, penghargaan dan penghormatan.  Adapun hadiah dalam pengertian fiqih Islam hampir sama dengan hibah, yaitu pemberian sesuatu untuk memuliakan seseorang tanpa mengharap balasan. Akan tetapi bila pemberian (hadiah) kepada hakim atau pemegang kekuasaan, maka hukumnya dirinci.
Adapun hukum pemberian hadiah kepada pemegang kekuasaan adalah: Pertama, pemberian kepada hakim atau pemegang kekuasaan dari seseorang yang sedang mempunyai perkara, maka hal ini haram dikarenakan pemberian tersebut dapat membuat condongnya hati (memiliki tendensi) sang hakim kepada si pemberi.
Kedua, pemberian kepada hakim atau pemegang kekuasaan dari seseorang yang tidak mempunyai perkara, sedang biasanya orang tersebut tidak pernah memberi (ketika sebelum menjadi hakim), maka hukumnya haram. Tetapi dalam kitab al-Kifayah dirujuk dari kitab an Nihayah dan al Basith, mengatakan bahwa hukumnya adalah makruh. Jika pemberian ini diharamkan, berarti si penerima tidak berhak menerima pemberian tersebut, sehingga ia harus mengembalikan kepada si pemberi, jika tidak memungkinkan, maka pemberian tersebut diserahkan ke baitul mal (kas Negara).
Ketiga, pemberian kepada hakim atau pemegang kekuasaan dari seorang yang tidak memiliki perkara/kasus dan si pemberi memang biasa memberikan sesuatu kepada hakim atau pemegang kekuasaan sebelum menjadi pejabat, maka dalam hal ini hukumnya halal. Sedangkan hukum menerimanya adalah makruh dan lebih baik menolak/tidak menerimanya. Atau bisa juga si penerima menerimanya dan kemudian membalas pemberian tersebut, atau si penerima menerimanya kemudian pemberian tersebut dimasukkan ke dalam baitul mal, kas negara


B.    Pandangan Islam terhadap Risywah (Suap), Ghulul (Korupsi), dan Pemberian Hadiah.
1. Hukum Risywah (Suap).
Dari definisi yang telah disebutkan di atas tentang Riisywah ada dua sisi yang saling terkait dalam masalah risywah; Ar-Rasyi (penyuap) dan Al-Murtasyi (penerima suap), yang dua-duanya sama-sama diharamkan dalam Islam menurut kesepakatan para ulama, bahkan perbuatan tersebut dikatagorikan dalam kelompok dosa besar. Sebagaimana yang telah diisyaratkan beberapa nash Al-Qur’an dan Sunnah Nabawiyah berikut ini :
Firman Allah SWT dalm Q.S. Al-Baqarah :188



Dan Sabda Rasulullah SAW :
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ
“Rasulullah melaknat penyuap dan yang menerima suap”(HR Khamsah kecuali an-Nasa’i dan di shahihkan oleh at-Tirmidzi).

عن أببى هريرة قال لعن رسول الله صلى الله عليه وسلم الراشي والمرتشي فى الحكم
“Bahwa laknat Allah akan ditimpakan kepada orang yang menyuap dan yang disuap dalam masalah hukum” (HR.Bukhari
Ayat dan hadits di atas menjelaskan secara tegas tentang diharamkannya mencari suap, menyuap dan menerima suap. Begitu juga menjadi mediator antara penyuap dan yang disuap. Segala sesuatu yang dihasilkan dengan cara yang tidak halal seperti risywah maka harus dikembalikan kepada pemiliknya jika pemiliknya diketahui, dan kepada ahli warisnya jika pemiliknya sudah meninggal, dan jika pemiliknya tidak diketahui maka harus diserahkan ke baitulmal sebagaimana penjelasan yang terdapat dalam hadits Ibnul lutbiah, atau digunakan untuk kepentingan umat Islam. Sebagaiman yang dikatakan oleh syekhul Islam Ibnu Taimiyah terkait dengan orang yang bertaubat setelah mengambil harta orang lain secara tidak benar: ”jika pemiliknya diketahui maka harus dikembalikan kepada pemiliknya, dan jika tidak diketahui maka diserahkan untuk kepentingan umat Islam.”
Pada prinsipnya risywah itu hukumnya haram karena termasuk memakan harta dengan cara yang tidak dibenarkan. Hanya saja mayoritas ulama membolehkan ‘Risywah’ (penyuapan) yang dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan haknya dan atau untuk mencegah kezhaliman orang lain.


2. Hukum Ghulul (Korupsi).
Seara etimologis, dalam al-Mu’jam al-Wasit bahwa kata ghulul berasal dari kata kerja (غلل يغلل), yang dapat diartikan dengan berkhianat dalam pembagian harta rampasan perang atau dalam harta-harta lain. Definisi ghulul secara terminologis dikemukakan oleh Rawas Qala’arji dan Hamid Sadiq Qunaibi yang diartikan mengambil sesuatu dan menyembunyikannya dalam hartanya. Akan tetapi, dalam pemikiran berikutnya berkembang menjadi tindakan curang dan khianat terhadap harta-harta lain, seperti tindakan penggelapan terhadap harta baitul mal, harta milik bersama kaum muslim, harta bersama dalam suatu kerja bisnis, harta negara, dan lain-lain.
Sanksi yang diterapkan terhadap tindakan ghulul pada zaman Rasulullah saw lebih ditekankan pada sanksi moral. Pelaku ghulul akan dipermalukan di hadapan Allah kelak pada hari kiamat. Dengan kata lain, bahwa perbuatan ini tidaklah dikriminalkan, melainkan hanya dengan sanksi moral dengan ancaman neraka sebagai sanksi ukhrawi. Ini lantaran pada saat itu, kasus-kasus ghulul hanya merugikan dengan nominal yang sangat kecil, kurang dari tiga dirham. Mungkin saja akan berbeda seandainya kasus ghulul memakan kerugian jutaan hingga miliaran rupiah, pasti akan ada hukuman fisik yang lebih tegas untuk mengatasinya.
C.    Pandangan islam terhadap Pemberian hadiah pada Pejabat.
Pada dasarnya, seseorang memberikan hadiah atau parsel kepada saudaranya seislam merupakan perbuatan terpuji dan dianjurkan oleh syariat. Apalagi jika diniatkan untuk menyambung silaturahim, kasih sayang dan rasa cinta, atau dalam rangka membalas budi dan kebaikan orang lain dengan hal yang semisal atau lebih baik darinya. Hal ini sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
تَهَادَوْا تَحَابُّوا
“Hendaklah kalian saling memberi hadiah, niscaya kalian akan saling mencintai.” (HR. Al-Baihaqi)

Dan diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَقْبَلُ الْهَدِيَّةَ وَيُثِيبُ عَلَيْهَا

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menerima hadiah dan membalasnya.” (HR. Bukhari)
Namun terkadang pula, hadiah bisa menjadi haram atau perantara menuju perkara yang haram jika hadiah tersebut untuk tujuan yang melanggar aturan syariat, seperti bertujuan menyuap orang yang menerimanya agar memberikan sesuatu yang bukan haknya, atau membebaskannya dari hukuman yang mesti menimpanya, membatilkan yang hak, atau sebaliknya. Dengan demikian, hukum memberikan hadiah itu berbeda-beda sesuai dengan tujuan pemberinya dan seberapa jauh dampak dan kerusakan yang ditimbulkan dari pemberian tersebut.
   






Friday, May 11, 2012

Inseminasi, Kloning, Bank Sperma, dan Rahim Sewaan.

Daftar Isi

Kata Pengantar..................................................................................................................
Daftar Isi...........................................................................................................................
Bab. I. Pendahuluan
Latar Belakang......................................................................................................
Batasan Masalah...................................................................................................
Tujuan...................................................................................................................
Bab. II. Pembahasan
Pengertian inseminasi, kloning, bank sperma, dan rahim sewaan..........................
Pandangan islam terhadap inseminasi, kloning, bank sperma, dan rahim sewaan...
Bab III. Penutup
Kesimpulan............................................................................................................
Daftar Pustaka........................................................................................................








BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang.
Pada zaman sekarang kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang dengan sangat pesat. Keduanya sangat berpengaruh terhadap segala aspek kehidupan rumah tangga. Kehidupan tumah tangga merupakan suatu kehidupan yang diawali dengan perkawinan yang nantinya pasti sebuah keluarga akan mendambakan kehadiran seorang anak. Akan tetapi tidak semua keluarga akan mendapatkan keturunan dikarenakan beberapa kendala. Namun semua itu dapat diatasi dengan adanya kemajuan teknologi seperti adanya inseminasi, kloning, bank sperma, dan rahim sewaan. Permasalahannya adalah masih banyak masyarakat yang belum memahami secara mendalam tentang hal-hal tersebut, sehingga sering terjadi penyimpangan agama. Untuk itu, penulis mencoba membuat makalah ini untuk mengupas pengertian dan pandangan islam terhadap masalah diatas.
B.    Batasan masalah.
Didalam makalah ini, penulis akan membahas tentang :
a)    Pengertian inseminasi, kloning, bank sperma, dan rahim sewaan.
b)    Pandangan islam terhadap inseminasi, kloning, bank sperma, dan rahim sewaan.

C.    Tujuan.
Makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan kita sebagai mahasiswa tentang pengertian inseminasi, kloning, bank sperma, dan rahim sewaan, serta pandangan islam terhadap hal-hal tersebut. Sehingga diharapkan nantinya kita bisa terhindar dari penyimpangan-penyimpangan agama.


BAB.II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Inseminasi, Kloning, Bank Sperma, dan Rahim Sewaan.
1.    Inseminasi.
Kata inseminasi berasal dari bahasa Inggris yakni “Insemination” yang artinya pembuahan atau penghamilan secara teknologi, bukan secara ilmiah. Dalam bahasa Latin, inseminsi berasal dari bahasa Inseminatus artinya pemasukan atau penyampaian. Jadi  dapat disimpulkan bahwa inseminasi adalah suatu cara yang digunakan untuk memperoleh kehamilan yang dilakukan terhadap wanita dengan cara memasukkan sperma laki-laki kedalam wanita tersebut dengan pertolongan dokter atau dalam masalah lain dinamakan dengan kawin suntik atau penghamilan buatan.

Inseminasi terdiri dari 2 bentuk, yakni :
1.    In Vitro Fertilization (IVF), usaha fertilisasi yang dilakukan diluar tubuh, didalam cawan biakan dengan suasana yang mendekati ilmiah. Jika berhasi, pada saat mencapai stadium morula, hasil fertilisasi ditanduralihkan ke enometrium rongga uterus. Teknik ini dikenal dengan bayi tabung atau pembuahan di luar tubuh.
2.    Tandur Alih Gamet Intra Tuba (TAGIT), yaitu usaha mempertemukan sel benih (gamet) berupa ovum dan sperma, dengan cara menyemprotkan campuran sel benih itu memakai kanul tuba kedalam ampulla. Pembuahan terjadi di saluran telur (tuba fallopi) si ibbu sendiri.

2.    Kloning.
Kloning (Klonasi) adalah teknik membuat keturunan dengan kode genetik yang sama dengan induknya pada makhluk hidup tertntu baik berupa tumbuhan, hewan, maupun manusia. Kloning manusia adalah teknik membuat keturunan dengan kode genetik yang sama dengan induknya yang berupa manusia. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengambil sel tubuh (sel somatik) dari tubuh manusia, kemudian diambil inti selnya (nukleusnya) dan selanjutnya ditanamkan pada sel telur (ovum) wanita yang telah dihilangkan inti selnya dengan suatu metode yang mirip dengan proses pembuahan atau inseminasi buatan.

3.    Bank Sperma.
Bank sperma adalah pengambilan sperma dari donor sperma lalu dibekukan dan disimpan kedalam larutan nitrogen cair untuk mempertahankan fertilitas sperma. Dalam bahasa medis disebut juga Cryiobanking. Cryiobanking adalah suatu teknik penyimpanan sel cryopreserved untuk digunakan dikemudian hari.
Hal ini dapat dilakukan pada suhu yang relatif rendah. Teknik  yang paling sering digunakan dan terbukti berhasil saat ini adalah metode Controlled Rate Freezing, dengan menggunakan gliserol dan egg yolk sebagai cryioprotectant untuk mempertahankan integritas membran sel selama proses pendinginan dan pencairan. Teknik cryobanking terhadap sperma manusia telah memungkinkan asanya keberadaan donor sperma, terutama untuk pasangan-pasangan infertil. Tentu saja sperma—sperma yang akan didonorkan perlu menjalani serangkaian pemeriksaan, baik dari segi kualitas perma maupun dari segi pendonor seperti adanya kelainan-kelainan genetik.
4.    Rahim Sewaan.
Menurut W.J.S Purwadarminto bkata “Sewa”berarti pemakaian (peminjaman) sesuatu dengan membayar uang.sedangkan arti kata “rahim” yaitu kandungan. Jadi sewa rahim menurut bahasa adalah pemakaian / peminjaman kandungan dengan membayar uang atau dengan pembayaran suatu imbalan. Menurut istilah sewa rahim adalah menggunakan rahim wanita lain untuk mengandungkan benih wanita (ovum) yang telah disenyawakan dengan benih laki-laki (sperma) yaitu pasangan suami istri,dan janin itu dikandung oleh wanita tersebutsampai lahir kemudian suami istri itu yang ingin memiliki anak akan membayar dengan sejumlah uang kepada wanita yang menyewakan rahimnya.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa sewa rahim adalah proses peminjaman rahim wanita lain untuk mengandung benih dari sepasangan suami istri sampai masa kelahiran dengan memberikan sejumlah uang kepada wanita tersebut
B.    Pandangan/Tinjauan Hukum Islam Mengenai Inseminasi, Kloning, Bank Sperma dan Rahim Sewaan
1.Inseminasi
Pandangan islam mengenai inseminasi buatan dilihat dari asal sperma yang dipakai,yaitu:
a). Inseminasi buatan dengan sperma sendiri atau AIH (artificial insemination husband)
Untuk inseminasi buatan dengan sperma suami sendiri dibolehkan bila keadaanya benar-benar memaksa pasangan itu untuk melakukannya dan bila tidak akan mengancam keutuhan rumah tangganya (terjadinya perceraian)sesuai dengan kaidah usul fiqh.
“hajat itu keperluan yang sangat penting dilakukan seperti keadaan darurat”.
b). Inseminasi buatan yang bukan sperma suami atau disebut donor atau AID (artificial insemination donor)
Sedangkan tentang inseminasi buatan dengan bukan sperma suami atau sperma donor para ulama mengharamkan seperti pendapat Yusuf Al-Qaradhawi yang menyatakan bahwa islam juga mengharamkan pencakokan sperma (bayi tabung). Apabila pencakokan itu bukan dari sperma suami. Mahmud Syaltut mengatakan bahwa penghamilan buatan adalah pelanggaran yang tercela dan dosa besar, setara dengan zina, karena memasukkan mani’orang lain ke dalam rahim perempuan tanpa ada hubungan nikah secara syara’, yang dilindungi hukum syara’.Landasan menetapkan hukum haram inseminasi buatan dengan donor adalah QS al-isra:70 dan At-Tin:4
                    
   “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan dilautan. Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atau kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”
QS. At-Tin ayat 4
        
“Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”
Kedua ayat tersebut menunjukkan bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai mahluk yang mempunyai kelebihan / keistimewaan sehingga melebihi makhluk-makhluk Tuhan lainnya. Dan Tuhan sendiri berkenan memuliakan manusia, maka sudah seharusnya manusia bisa menghormati martabatnya sendiri serta menghormati martabat sesama manusia. Dalam hal ini inseminasi buatan dengan donor itu pada hakikatnya dapat merendahkan harkat manusia sejajar dengan tumbuh-tumbuhan dan hewan yang diinseminasi.

2.Kloning
Hukum kloning manusia dalam islam menurut Yusuf Qaradhawy tidak diperbolehkannya. Hal ini didasarkan pada beberapa pertimbangan diantaranya: Pertama, dengan kloning akan meniadakan keanekaragaman (variates). Kedua, Kloning akan menghilang nasab (garis keturunan). Ketiga, kloning akan menghilangkan sunatullah (nikah). Keempat, memproduksi anak melalui proses kloning akan mencegah pelaksanaan banyak hukum-hukum syara..
a). Dengan kloning akan meniadakan keanekaragaman (varietes).
Allah telah menciptakan alam ini dengan faedah keanekaragaman. Hal tersebut tertuang dalam Al-Quran QS. Fathir 26-27.
             •                       
“ Kemudian aku azab orang-orang yang kafir; Maka (lihatlah) bagaimana (hebatnya) akibat kemurkaan-Ku. Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit lalu Kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya. dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat”.



Sedangkan dengan kloning akan meniadakan keanekaragaman tersebut. Karena dengan kloning secara tidak langsung menciptakan duplikat dari satu orang. Dan dengan ini akan dapat merusak kehidupan manusia dan tatanan sosial. Dalam masyarakat, dan efeknya sebagian yang telah kita ketahui dan sebagian lainnya akan kita ketahui dikemudian hari. Ontoh kebingungan yang akan terjadi akibat kloing adalah bagaimana seorang guru bisa membedakan sato orang dengan lainnya jika dalam satu kelas murid-muiridnya hasil kloningan.
b). Kloning akan menghilangkan nasab (garis keturunan).
Dengan kloning hubungan orang yang mengkloning dan hasil kloningan tidak jelas. Kloning akan mencampur adukkan dan menghilangkan nasab serta menyalahi fitrah yang telah  diciptakan Allah untuk manusia dalam masalah kelahiran anak. Kita tidak bisa menentukan nasab hail kloningan terebut. Dan tidak menutup kemungkinan kloning dapat digunakan untuk kejahatan.

c). Dengan kloning akan menghilangkan sunatullah (nikah)
Allah tidak menciptakan manusia, tanaman, binatang, dengan berpasang-pasangan. Anak-anak produk proses kloning tersebut dihasilkan melalui cara yang tidak alami. Padahal justru cara alami itulah yang telah ditetapkan oleh Allah untuk manusia dan dijadikannya ebagai unatullah. Untuk menghailkan anak-anak dan keturunan. Allah SWT berfirman :

  •            
“ Dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan pria dan wanita. Dari air mani, apabila dipancarkan”.

d). Memproduksi anak melalui proses kloning akan mencegah pelaksanaan banyak hukum-hukum syara’.
Hukum syara’ tersebut seperti hukum tentang perkawinan, nasab, nafkah, hak dan kewajiban antara bapak dan anak, waris, perawatan anak, hubungan kemahraman, dsb. Kloning manusia sungguh merupakan kegiatan keji yang dapat menjungkir-balikkan struktur kehidupan masyarakat. Allah SWT berfirman :
• •     •                  
“ Dan aku benar-benar akan menyesatkan  mereka, dan  akan  membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka merubahnya. Barangsiapa yang menjadikan syaitan menjadi pelindung selain Allah, Maka Sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata.

3. Bank Sperma.
Bank sperma merupakan tempat penyimpanan sperma yang diambil dari pendonor, yang perlu dinyatakan untuk menentukan hukum tentang bank sperma adalah :
Tahap pertama, cara pengambilan atau mengeluarkan sperma dai sipendonor, yaitu dengan cara masturbasi (onani). Secara umum islam memandang melakukan onani merupakan tergolong perbuatan yang tidak etis. Mengenai masalah hukum onani fuqaha berbeda pendapat. Ada yan mengharamkan secara mutla\k dan ada yang mengahramkan pada suatu hal-hal tertentu, ada yang mewajibkan juga pada hal-hal tertentu. Dan ada pula yang menghukumi makhruh. Sayyid Sabiq mengatakan bahwa Malikiyah, Syafiq’iyah, dan Zaibiyah menghukumio haram. Alasan yang dikemukakan adalah bahwa Allah SWT memerintahkan menjaga kemaluan dalam segala keadaan kecuali kepada istri dan budak yang dimilikinya sebagaimana dalam surah Al-Mukminun 5-7 :
              •               
“ Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki. Maka Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa. Barangsiapa mencari yang di balik itu[995] Maka mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas”.
Hanabilah berpendapat bahwa onani memang haram, tetapi kalau karena takut zina, maka hukumnya menajadi wajib, kaidah usul :
“Mengambil yang lebih ringan dari suatu kemudharatan adalah wajib”.

Tahap kedua, setelah bank perma berhail mengumpulkan sperma dari beberpaa pendonor maka bank sperma akan menjual kepada pembeli dengan harga tergantung kualitas spermanya. Setelah itu, agar pembeli sperma dapat mempunyai anak, maka harus melalui proses yang dinamakan inseminasi buatan yang telah dijelaskan diatas. Hukum inseminasi buatan menurut pendapat ulama adalah boleh. Yang diantara fuqaha yang memperbolehkan atau mengahalalkan inseminasi buatan yang bibitnya berasal dari suami istri ialah Syaikh Mahmud Saltut, Syaikh Yusuf al-Qardhawy, Ahmad al-Ribashy, dan Zakaria Ahmad al-Barry.

Dengan demikian dapat disimpuulkan bahwa hukum pendirian bank sperma bisa merubah jika bertujuan untuk memfasilitasi suami istri yang ingin menyimpan sperma suaminya dibank terebut, sehingga jika suatu saat nanti terjadi hal yang dapat menghalangi kesuburan, istri masi bisa hamil dengan cara inseminasi yan halal. Akan tetapi jika tujuan pendirian bank ssperma adalah untuk mendonorkan sperma kepada wanita yang bukan istrinya maka pendirian bank sperma adalah haram. Karena hal yang mendukung terhadap terjadinya haram makahukumnya haram. Hal ini sejalan dengan pendapat Al—Jazairi yang menyatakan bahwa jika sperma seorang laki-laki dibuahakn dengan ovum seorang perempuan yang tidak diikat perkawinan yang sah dan dilakukan dengan sengaja adalah haram.

4, Rahum Sewaan.
Sewa rahim dalam islam adalah haram. Hal ini berlandaskan kepada hal-hal berikut :
a)    Tidak adanya hubungan perkawinan antara pemilik sperma dengan pemilik rahim.
b)    Adanya ikatan syariat antara haq melakukan pembuahan didalam rahim seseorang dan haq melakukan jima’ (menggauli) denga poemilik rahim.
c)    Tidak sah rahim itu menjadi barang jual beli.
d)    Syariat islam mengaharamkan segala hal yang membawa kepada perselisihan diantara manusia.
e)    Syariat melarang pencampuran nasab.
Penyewaan rahim akan mengakibatkan terlantarnya anak dan menyebabkan orang tua melepaskan tanggung jawab.



































BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan.
Inseminasi adalah suatu cara yang digunakan untuk memperoleh kehamilan yang dilakukan terhadap wanita dengan cara memasukkan sperma laki-laki kedalam wanita tersebut dengan pertolongan dokter. Inseminasi terdiri dari 2 bentuk, yakni :
a)    In Vitro Fertilization (IVF
b)    Tandur Alih Gamet Intra Tuba (TAGIT
Kloning manusia adalah teknik membuat keturunan dengan kode genetik yang sama dengan induknya yang berupa manusia. Kloning jelas tidak diperbolehkan, hal ini karena :
a). Dengan kloning akan meniadakan keanekaragaman (varietes).
b). Kloning akan menghilangkan nasab (garis keturunan).
c). Dengan kloning akan menghilangkan sunatullah (nikah)
d). Memproduksi anak melalui proses kloning akan mencegah pelaksanaan banyak hukum-hukum syara’.
Bank sperma adalah pengambilan sperma dari donor sperma lalu dibekukan dan disimpan kedalam larutan nitrogen cair untuk mempertahankan fertilitas sperma.
Sewa rahim adalah menggunakan rahim wanita lain untuk mengandungkan benih wanita (ovum) yang telah disenyawakan dengan benih laki-laki (sperma) yaitu pasangan suami istri,dan janin itu dikandung oleh wanita tersebutsampai lahir kemudian suami istri itu yang ingin memiliki anak akan membayar dengan sejumlah uang kepada wanita yang menyewakan rahimnya.




Daftar Pustaka.

Laonso, Hamid dan M.Jamil.2005.Hukum Islam Alternatif Solusi Terhadap Masalah Fiqh Kontemporer.Jakarta: Restu Illahi.
Yusuf Qaradhawi.2002. Fatwa-Fatwa kontemporer.Jakarta : Gema Insani
Zuhdi, Masyfuk.1993.Masail Fiqhiyah.Jakarta: Haji Masagung.

TRANSPLANTASI TUBUH, TRANFUSI DARAH, DAN BANK ASI


Daftar Isi

Kata Pengantar..................................................................................................................
Daftar Isi...........................................................................................................................
Bab. I. Pendahuluan
Latar Belakang......................................................................................................
Batasan Masalah...................................................................................................
Tujuan...................................................................................................................
Bab. II. Pembahasan
Pengertian tranplantasi, tranfusi drah, dan bank ASI............................... ...........
Tujuan tranplantasi dan tranfusi darah secara medis............................................
Hukum tranplantasi berdasarkan si donor dalam syariat islam.............................
Hukum tranfusi darah dan realitas fenomena sosial hari ini.................................
Hukum bank ASI dalam syariat islam dikaitkan dengan kemaslahatan dan implikasinya terhadap perkawinan........................................................................
Bab III. Penutup
Kesimpulan............................................................................................................
Daftar Pustaka........................................................................................................





BAB. I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang.
Dewasa ini ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang dengan sangat pesat. Terlebih lagi dibidang kedokteran dan kesehatan. Contohnya adalah tranplantasi tubuh, tranfusi darah, dan juga bank ASI. Tranplantasi tubuh merupakan suatu teknologi medis untuk penggantian organ tubuh pasien yang tidak berfungsi dengan organ dari individu orang lain. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan pelaksanaan tranplantasi organ tubuh, tranfusi darah dan adanya bank ASI. Perkembangan pengetahuan ini mengakibatkan sebagian orang mengalami kebingungan akan kebolehan melakukan tindakan-tindakan tersebut. Oleh karena itu, penulis akan mencoba sedikit mengulas tetntang tranplantasi tubuh, tranfusi darah dan adanya bank ASI untuk menambah wawasan kita akan adanya fenomena tersebut.

B.    Batasan Masalah.
Dalam makalah ini, penulis hanya akan membahas tentang :
1. Pengertian Tranplantasi tubuh, tranfusi darah, dan bank ASI.
2. Tujuan Tranplantasi dan tranfusi darah secara medis.
3. Hukum Tranplantasi berdasarkan kondisi si donor dalam syariat islam.
4. Menjelaskan hukum tranfusi darah dan fenoena sosial hari ini.
5. Hukum bank ASI dalam syariat islam dikaitkan dengan kemaslahatan terhadap perkawinan.



C.    Tujuan.
Makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan kita sebagai mahasiswa tentang apa itu tranplantasi tubuh, tranfusi darah, dan bank ASI beserta hukum nya dalam pandangan islam.



















BAB. II
PEMBAHASAN
“TRANSPLANTASI TUBUH, TRANFUSI DARAH, DAN BANK ASI”

A.    Pengertian Tranplantasi Tubuh, Tranfusi Darah, dan Bank Asi.
1.    Pengertian Tranplantasi Tubuh.
Menurut Taylor (1965:1065) transplantasi berasal dari bahasa Inggris, yakni ‘transplantation’ brntuk noun dari kata kerja ‘to tranplants’ yang berarti to take up and plant to another (mengambil dan menempelkan pada tepat lain. Sedangkan menurut Hornby dkk (1963:1075) artinya to move from one place nto another (memindahkan dari suatu tempat ke tempat lain).
Tranplantasi ialah pemindahan organ tubuh yan mempuyai daya hidup yang sehat untuk menggantikan organ tubuh yang tidak sehat dan tidak berfungsi dengan baik, yang apabila diobati dengan prosedur medis yang biasa, harapan penderita untuk bertahan hidupnya tidak ada lagi.
Pendapat lain mengatakan bahwa tranplantsi anggota badan adalah memindahkan salah satu anggota badan orang lain yang mempunyai daya hidup untuk menggantikan salah satu anggota badan orang lain yang tidak berdaya secara optimal, setelah diobati dengan prosedur medis maupun non medis.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa tranplantasi tubuh adalah suatu proses pemindahan salah satu organ tubuh seseorang kepada orang lain yang tidak memiliki daya hidup secara optimal setelah menjalani prosedur pengobatan secara medis maupun non medis.
2.    Pengertian Tranfusi Darah.
Tranfusi darah (blood tranfusi, bahasa Belanda), ialah meindahkan darah dari seseorang kepada orang lain untuk menyelamatkan jiwanya. Tranfusi darah adalah memanfaatkan darah manusia dengan cara memindahkannya dari tubuh orang yang sehat kepada orang yang membutuhkannya, untuk mempertahankan hidupnya. Jadi dapat dipahami bahwa tranfusi darah adalah suatu proses pemindahan dari seseorang kepada orang yang membutuhkan dengan tujuan menyelamatkan hidup orang tersebut.
3.    Pengertian Bank ASI.
Bank ASI,yaitu suatu sarana yang dibuat untuk menolong bayi-bayi yang tidak terpenuhi kebutuhannya akan ASI. Pendapat lain mengatakan bahwa Bank ASI adalah bank khusus untuk menampung air susu ibu atau suatu lembaga untuk menyimpan atau menghimpun air susu ibu. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa bank ASI adalah suatu lembaga yang dibuat yang tujuannya khusus untuk menyimpan atau mengumpulkan ASI guna memenuhi kebutuhan  bayi yang tidak terpenuhi.

B.    Tujuan Tranplantasi dan Tranfusi Darah Secara Medis.
1.    Tujuan Tranplantasi Tubuh.
Tranplantasi sebagai suatu upaya untuk melepaskan manusia dari penderitaan secara biologis mengalami keabnormalan, atau menderita suatu penyakit yang mengakibatkan rusaknya fungsi suatu organ, jaringan atau sel, pada dasarnya bertujuan :
a.    Kesembuhan suatu penyakit, misalnya kebutaan, rusaknya jantung, ginjal, dsb.
b.    Pemuihan kembali fungsi suatu organ, jaringan atau sel yang telah rudak atau mengalami kelainan tetapi sama sekali tidak terjadi kesakitan biologis, misalnya bibir sumbing.
Jika ditinjau dari segi tingkatan tujuannya, maka tranplantasi bermaksud :
a.    Semata-mata pengobatan dari sakit atau cacat yang kalau tidak dilakukannya dengan pencakokan tidak akan menimbulkan kematian, seperti tranplantasi cornea dan bibir sumbing.
b.    Sebagai jalan terakhir yang kalau tidak dilakukan akan menimbulkan kematian, seprti tranplantasi ginjal, hati dan jantung.

2.    Tujuan Tranfusi Darah.
a.    Untuk memelihara dan mempertahankan kesehatan donor sehingga dengan tranfusi darah dapat menjadi sembuh lagi.
b.    Untuk mengganti kekurangan komponen sekuler atau kimia darah yang disebabkan karena kekurangan darah.
c.    Untuk memelihara keadaan biologis darah atau komponen-komponennya agar tetap bermanfaat.
d.    Untuk memelihara keadaan biologis darah atau komponen-komponennya agar tetap bermanfaat.

C.    Hukum Tranplantasi Berdasarkan kondisi sidonor  dalam Syariat islam.
Didalam syariat islam terdapat 3 macam hukum mengenai tranplantasi organ dan donor organ ditinjau dari keadaan sipendonor. Adapun ketiga hukum tersebut, yaitu : Pertama, tranplantasi organ tubuh yang dilakukan ketika pendonor hidup sehat. Kedua, tranplantasi organ tubuh yang dilakukan ketika pendonor sakit (koma). Ketiga, tranplantasi organ tubuh yang dilakukan ketika pendonor telah meninggal.
1.    Tranplantasi organ tubuh yang dilakukan ketika pendonor hidup sehat.
Menurut Prof.Drs. Masyfuk Zuhdi, dilarang (haram) berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut :
Firman Allah dalam QS. Al-baqarah : 195. Dan An-Nisa : 29
            •      
“ Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik”.

                    •       
“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”.

Maksudnya, orang yang menyumbangkan sebuah mata atau ginjalnya kepada orang lain yang buta atau tidak mempunyai ginjal. Ia (mungkin) akan menghadapi resiko sewaktu-waktu mengalami tidak normalnya atau tidak berfungsinya mata atau ginjalnya yang tinggal sebuah itu.
2.    Transplantasi Organ Tubuh yang Dilakukan Ketika Pendonor Sakit (koma).
Hukum islampun tidak membolehkan tranplantasi pada kondisi ini berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut :
Adanya hadist Rasulullah yang artinya : “Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh membahayakan  diri orang lain”. Maksudnya adalah membuat mudharat pada diri orang lain, yakni pendonor yang dalam keadaan sakit (koma).
Orang tidak boleh menyebabkan matinya orang lain. Dalam kasus ini, orang yang sedang sakit (koma) akan meninggal sengan diambilnya organ tubuhnya tersebut. Sekalipun tujuan dari pencakokan tersebut adalah mulia, yakni untuk menyembuhkan sakitnya orang lain (resipien).
3.    Tranplantasi organ tubuh yang dilakukan ketika pendonor telah meninggal.
Tranplantasi ketika pendonor telah meninggal menurut hukum islam ada yang membolehkan dan ada yang mengharamkan. Yang membolehkan menggantungkan pada dua syarat sebagai berikut :
Resipien dalam keadaan darurat, yang dapat mengancam jiwanya dan ia sudah menempuh pengobatan secara medis dan non medis, tapi tidak berhasil.
Pencakokan tidak menimbulkan komplikasi penyakit yang lebih berat bagi resipien dibandingkan dengan keadaan sebelum pencakokkan.

Alasan islam islam membolehkan tranplantasi organ tubuh yang dilakukan ketika pendonor telah meninggal adalah berlandaskan kepada Firman Allah, QS. Al-Maidah : 32.
. . .    ••   . . .   
. . . dan Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah Dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. . .
Ayat ini menunjukkan bahwa islam sangat menghargai tindakan kemanusiaan yang dapat menyelamatkan jiwa  manusia. Dalam kasus ini seseorang yang menyumbangkan organ tubuhnya setelah ia meninggal, maka islam membolehkan. Bahkan memandangnya sebagai amal perbuatan kemanusiaan yang tinggi nilainya. Lantaran menolong jiwa sesama manusia atau  membantu berfungsinya kembali organ tubuh sesamanya yang tidak berfungsi.

D.    Hukum Tranfusi Darah dan Realita Fenomena Sosial Hari Ini.
Berbicara mengenai hukum tranfusi darah, kita dapat berpegang pada dalil syar’i, berdasarkan kaidah hukum Fiqh Islam yang berbunyi : “Bahwasanya pada prinsipnya segala sesuatu itu boleh hukumnya, kecuali kalau ada dalil yang mengharakannya”. Maka dapat disimpulkan  bahwa tranfusi darah diperbolehkan asalkan tidak untuk tujuan komersial. Bila dilihat dari segi tujuannya, tranfusi darah merupakan perbuatan terpuji. Karena  dengan mendonorkan darah berarti kita telah membantu kesulitan yang sedang dihadapi seseorang. Contohnya, seseorang yang mengalami kecelakaan akan tertolong jiwanya setelah mendapatkan tambahan darah.
Jika dilihat realitas fenomena hari  ini banyak sekali orang yang mendonorkan darahnya hanya karena alasan komersial. Misalnya seseorang mensyaratkan sejumlah uang ataupun benda kepada pihak yang membutuhkan donor setelah proses pendonoran dilakukan. Tidak hanya itu, sekarang ini ada hal yang lebih mengkhawatirkan yaitu kondisi kesehatan pendonor tidak diperiksa terlebih dahulu secara teliti sebelum pendonoran dilakukan. Hal ini akhirnya bisa membahayakan penerima donor, karena tidak tertutup kemungkinan penerima donor akan menderita penyakit seperti yang diderita oleh pendonor, seperti penyakit AIDS yang dapat menular melalui tranfusi darah. Kalau kejadiannya seperti itu, hukum tranfusi darah yang awalnya dibolehkan akan menjadi haram karena akan mendatangkan kemudharatan.

E.    Hukum Bank ASI dalam Syariat Islam Dikaitkan Dengan Kemaslahatan & Implikasinya Terhadap Perkawinan.
Berbicara tentang Bank ASI para ulama kontemporer memiliki beberapa pandangan. Sebagian mendukung adanya bank ASI tetapi ada juga para ulama yang tidak setuju.
1.    Pendapat yang membolehkan.
Dr. Yusuf Al-Qaradhawi menyatakan bahwa ia tidak menjumpai alasan untuk melarang diadakannya semacam ‘bank ASI”. Asalkan bertujuan untuk mewujudkan maslahat syar’iyhah’ yang kuat dan untuk memenuhi keperluan yang wajib dipenuhi. Beliau cendrung mengatakan bahwa bank ASI bertujuan baik dan mulia. Didukung oleh islam untuk memberikan pertolongan kepada semua yang lemah, apapun sebab kelemahannya. Lebih-lebih bila yang bersangkutan adalah bayi yang baru dilahirkan yang tidak mempunyai daya dan kekuatan.
Beliau juga mengatakan bahwa para wanita yang menyumbangkan sebagian air susunya untuk bayi-bayi tersebut akan mendapatkan pahala dari Allah SWT, dan terpuji disisi manusia. Bahkan sebenarnya wanita itu boleh menjual ASI nya, bukan sekedar menyumbangkannya. Sebab dimasa nabi Muhammad, para wanita yang menyusui bayi melakukannya karena faktor mata pencaharian. Sehingga hukumnya memang diperbolehkan untuk menjual ASI.
Kemudian ada juga Al-Ustadz Asy-Syeikh Ahmad Ash-Shirbasi, ulama besar Al-Azhar Mesir yang menyatakan bahwa hubungan mahram yang diakibatkan karena penyusuan itu harus melibatkan saksi dua orang laki-laki dan dua orang saksi wanita sebagai ganti satu saksi laki-laki. Bila tidak ada saksi atas penyusuan tersebut, maka penyusuan tersebut tidak mengakibatkan hubungan kemahraman antara ibu  yang menyusui dengan anak tersebut.
2.    Pendapat yang tidak membolehkan.
Dr. Wahbah Az-Zuhayli dan juga Majma’ Fiqh Islami. Dalam kitab Fatawa Mu’ashirah, beliau menyebutkan bahwa mewujudkan instutisi bank ASI tidak diperbolehkan dari segi syariah. Dan Majma’ al-Fiqh al –islamiy melalui Badan Muktamar Islam yang diadakan di Jeddah pada 22-28 Desember 1985 M/ 10-16 Rabiul Akhir 1406 H. Lembaga ini dalam keputudannya (qarar) menentang keberadaan bank ASI diseluruh negara islam serta mengharamkan susu dari bank tersebut.






BAB. III
PENUTUP

Kesimpulan.
Tranplantasi tubuh adalah suatu proses pemindahan salah satu organ tubuh seseorang kepada orang lain yang tidak memiliki daya hidup secara optimal setelah menjalani prosedur pengobatan secara medis maupun non medis. Adapun didalam syariat islam terdapat 3 macam hukum mengenai tranplantasi organ dan donor organ ditinjau dari keadaan sipendonor
a.    Tranplantasi organ tubuh yang dilakukan ketika pendonor hidup sehat,
b.    Transplantasi Organ Tubuh yang Dilakukan Ketika Pendonor Sakit (koma), dan
c.    Tranplantasi organ tubuh yang dilakukan ketika pendonor telah meninggal.

Tranfusi darah adalah suatu proses pemindahan dari seseorang kepada orang yang membutuhkan dengan tujuan menyelamatkan hidup orang tersebut. Yng bertujuan untuk :
a.    Untuk memelihara dan mempertahankan kesehatan donor sehingga dengan tranfusi darah dapat menjadi sembuh lagi.
b.    Untuk mengganti kekurangan komponen sekuler atau kimia darah yang disebabkan karena kekurangan darah.
c.    Untuk memelihara keadaan biologis darah atau komponen-komponennya agar tetap bermanfaat.
d.    Untuk memelihara keadaan biologis darah atau komponen-komponennya agar tetap bermanfaat
Bank ASI adalah suatu lembaga yang dibuat yang tujuannya khusus untuk menyimpan atau mengumpulkan ASI guna memenuhi kebutuhan  bayi yang tidak terpenuhi. Ada para ulama yang membolehkan diadakannya bank ASI dan ada juga yang mengharamkannya.






Daftar Pustaka.

Laonso, Hamid dan M.Jamil.2005.Hukum Islam Alternatif Solusi Terhadap Masalah Fiqh Kontemporer.Jakarta: Restu Illahi.
Tihami dan Sahrani Sohari.2007.Masail Al fiqhiyah.Jakarta: Diadit Media.
Yanggo, Chuzaimah T.1995.Prolematika Hukum Islam Kontemporer.Jakarta: Pustaka Firdaus.
Zuhdi, Masyfuk.1993.Masail Fiqhiyah.Jakarta: Haji Masagung.